Menu

Mode Gelap
 

Esai · 11 Mar 2023 13:08 WITA ·

Sedikit Catatan Tentang Sejarah Kerajaan Kaidipang Besar


 Sedikit Catatan Tentang Sejarah Kerajaan Kaidipang Besar Perbesar

KOMALIG, merupakan istana sekaligus kantor yang digunakan Paduka Raja R.S Pontoh (1912 – 1950). Sumber gambar : https://waktu.news/situs-komalig-adalah-bukti-sejarah-kerajaan-kaidipang-besar/amp/

Bolmut adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Ibu kotanya adalah Boroko (Kaidipang). Kabupaten Bolaang Mongondow Utara memiliki beberapa nama lain serta akronim atau singkatan nama yang biasanya digunakan oleh masyarakat setempat diantaranya yakni Bolmut, Bolmong Utara, Binadow/Binadou (usulan nama awal kabupaten ketika pemekaran yang merupakan akronim dari Bi= Bolangitang, Na= Bintauna dan Dou= Nama kuno dari kata Kaidipang) dan yang terakhir adalah Bulango Mongonu Utara (merupakan gabungan dari bahasa adat Bintauna, Bolang Itang dan Kaidipang serta biasanya digunakan dalam upacara adat).
Boroko, Ibu Kota dari Bolmut ini ternyata memiliki nilai sejarah di masa lampau. Daerah ini merupakan tempat bermukimnya sebuah kerajaan besar pada abad ke – 17, yakni Kerajaan Kaidipang. Kerajaan Kaidipang terbentuk pada tahun 1630 dengan Raja Maoeritz Datoe Binangkal Korompot (1630-1679) sebagai raja pertama.
Dalam diskusi sejarah kerajaan Kaidipang Besar yang diselenggarakan oleh KPA Zenith Cakrawala, pada tanggal 10/03/2023. Pematik Bapak Rahmat J. Buhang selaku pegiat sejarah Kerajaan Kaidipang, beliau mengatakan yang berasal dari buku Bolaang Mongondow Dosch Nederlandse, karya Dr. Demicher menyebutkan nama Kaidipang berasal dari nama kayu yang banyak tumbuh di daerah tersebut yaitu Caidipang Kayoe Doepa.
Sebelum berdirinya Kerajaan Kaidipang, daerah ini terkenal dengan nama Negeri Keidupa. Negeri ini berada di bawah pimpinan kepala suku bernama Pugu-pugu bergelar Datoe Binangkal.
Tak diketahui pasti, kaitan dan perbedaan penyebutan gelar Datoe Binangkal dengan gelar Datoe Binangkang milik Loloda Mokoagow pada Kerajaan Bolaang Mongondow.
Negeri Keidupa merupakan wilayah yang kaya dengan hasil bumi dan hasil pertaniannya. Negeri Keidupa sangat lekat dengan budaya Portugis yang terbawa pelaut dan pedagang saat itu.
Datoe Binangkal waktu itu beragama Katolik namun dalam sumber lain menyebutka beragama protestan dan menambahkan nama Maoeritz di depan nama gelarnya.
Ketika kongsi dagang dari Belanda, VOC (1602-1799) mulai melakukan ekspansi ke wilayah Asia, eksistensi Bangsa Portugis perlahan tersingkirkan.
Saat itu, VOC mulai menjalin hubungan dengan sejumlah kerajaan besar Nusantara. Yaitu pada tahun 1630, Pieter Van Den Broeke melakukan misi lawatan dari Kesultanan Ternate menuju Kerajaan Gowa di Makassar, yang saat itu memiliki pengaruh kuat di timur nusantara.
Pieter Van Den Broeke Cs, yang melewati daerah Keidupa (Kaidipang) dalam perjalanannya menuju Makassar, menyempatkan diri bertemu dengan Maoeritz Datoe Binangkal dipemukimannya yang dikenal dengan Lipu Bogu (Kampung Baru).
Komunikasi singkat yang terjadi ternyata begitu berkesan. VOC kemudian mengusulkan wilayah Keidupa untuk berganti berbentuk sebuah kerajaan.
VOC bahkan mengajak Maoeritz Datoe Binangkal untuk berkunjung ke kerajaan terbesar di Sulawesi, yaitu Kerajaan Gowa. Maoeritz menerima tawaran tersebut, setelah meminta pendapat dan izin dari masyarakat Negeri Keidupa pada waktu itu.
Ketika berada di Kerajaan Gowa (Makasar), Maoeritz Datoe Binangkal mendapat persetujuan dan menjadi raja Kerajaan Kaidipang di hadapan Raja Gowa, Raja I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tumengga ri Gaukanna (berkuasa pada tahun 1593-1639).
Kerajaan Kaidipang akhirnya resmi berdiri dengan raja bergelar Raja Maoeritz Datoe Binangkal Korompot. Nama belakang Korompot menurut cerita, berasal dari kata ‘Crown Pet’, sebuah topi kebesaran dari VOC yang berbentuk kerucut menyerupai terompet, dan dijadikan sebagai penghormatan tertinggi kepada Raja Kaidipang.
Wilayah Kerajaan Kaidipang pada awal mula berdiri meliputi pesisir pantai utara Sulawesi, mulai dari Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, hingga Kecamatan Sangtombolang Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara.
Raja Maoeritz Datoe Binangkal Korompot berkuasa kurang lebih selama 50 tahun (1630-1679). Kerajaan Kaidipang terus berkembang hingga awal abad ke 20.
Dalam periode 3 abad tersebut, Kerajaan Kaidipang terus berkembang dan berada di bawah pimpinan 14 raja turun temurun. Ketika masa pemerintahan raja ke-8 yaitu Raja Wellem David Korompot (1779-1817), agama Islam masuk ke Kaidipang.
Namun penjelasan mengenai sebab musabab Raja Wellem David Korompot memeluk agama islam, tidak dijelaskan secara detail oleh Bapak Rahmat J. Buhang. Mungkin saja karena data yang beliau miliki masih belum bisa menjelaskan hal tersebut.
Raja Wellem David Korompot kemudian menjadi pemeluk Islam dan berlanjut hingga generasi setelahnya sampai saat ini. Saat raja ke-14, Raja Mahmud Manoppo Korompot Antogia (1908-1910) mangkat pada 7 Februari 1910, Kerajaan Kaidipang mengalami kekosongan pemerintahan. Nah, pada kekosongan pimpinan kerajaan ini berlangsung cukup lama, hingga kurang lebih dua tahun (1910-1912).
Dalam masa kekosongan ini terjadi pergolakan antara beberapa putra mahkota untuk menjadi raja pengganti Raja Mahmud Manoppo Korompot Antogia. Selama masa kurang lebih dua tahun, roda pemerintahan berada di bawah kendali Jogugu (Panglima) Kerajaan Kaidipang yaitu Mbuingo Papeo.
Melihat pergolakan intern yang berlangsung lama tersebut, Kerajaan Bolaang Itang berencana untuk menggabungkan wilayah dua kerajaan. Kerajaan Bolaang Itang yang saat itu berada di bawah pimpinan Raja Ram Suit Pontoh, berhasil mengunifikasi dua kerajaan bertetangga tersebut.
Akhirnya kerajaan baru berdiri bernama Kerajaan Kaidipang Besar pada tanggal 26 April 1913. Raja Ram Suit Pontoh menjadi Raja Kaidipang Besar (1912-1950). Namun, masa Kerajaan baru tersebut ternyata tak berlangsung lama.
Raja Ram Suit Pontoh tercatat menjadi raja pertama sekaligus raja terakhir dari Kerajaan Kaidipang Besar. Dan pada bulan Juli 1950 terjadi penghapusan Daerah Swapraja di Bolaang Mongondow sekaligus berakhirnya era pemerintahan Raja Ram Suit Pontoh Kerajaan Kaidipang Besar.
Akhirnya daerah ini kemudian masuk menjadi Kecamatan di bawah pemerintahan Kabupaten Bolaang Mongondow pada 8 Desember 2006. Hingga pada tanggal 23 Mei 2007, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara resmi menjadi Kabupaten di Sulawesi Utara.
Bolmut, 11 Maret 2023.
__________________________
Tulisan ini berdasarkan dari hasil penuturan Bapak Rahmat J. Buhang, selaku pegiat sejarah, adat, dan budaya Kerajaan Kaidipang, yang diselenggarakan oleh KPA Zenith Cakrawala pada tanggal 10/03/2023. 


Oleh karena itu penulis mengupayakan agar kiranya data sejarah ini berhak untuk ditulis dan dipublis agar supaya para generasi saat ini (Pemuda Binadou) bisa mengetahui cikal bakal atas negeri yang menjadi tempat ia berpijak kini.


Serta mohon maaf kepada para pembaca, jika menemukan kesalahan dalam penulisan ulang sejarah ini, baik dari penyebutan nama toko, tempat, waktu, dll. Saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan dikemudian hari. Terima kasih…




__________________

Herman Dunggio,

Penulis ini masih malu-malu untuk menceritakan dirinya. Dapat ditemui di Instagram @dunggio94_


 
Artikel ini telah dibaca 1 kali

Baca Lainnya

ODI PURWANTO : “Seniman Beladiri yang Mendapatkan Banyak Sabuk Kehormatan”

17 Maret 2025 - 22:56 WITA

KICKBOXING DARI AKAR KUNO HINGGA RING MODERN

6 Maret 2025 - 19:04 WITA

Ilustrasi petarung Kickboxing (sumber : pinterest)

Kempo Mania Club: “Pergi Biaya Sendiri, Pulang Panen Medali”

6 Januari 2025 - 14:55 WITA

SJL-MAP : Kami Titip Bolmut di Tangan Bapak

28 November 2024 - 04:25 WITA

Kempo Bolmut Gelar Ujian Kenaikan Tingkat (UKT) Kyukenshi Tingkatan Kyu VI Sabuk Putih

13 November 2024 - 13:59 WITA

Disabilitas: Pergulatan Tubuh Minoritas

6 Desember 2023 - 00:13 WITA

Trending di Esai