Review Film | Imperfect: Tubuh Ideal atau Bagaimana Menjadi Tubuh yang Otonom

3 min read

Siapa sih yang enggak pernah menerima kalimat yang menyindir kondisi fisik. Entah bercanda atau serius, panggilan atas tubuh kita pasti pernah terlontar jelas dalam telinga kita. Mulai si hitam, gendut, pendek, keriting (dalam bahasa manado karibo) dll, yang merasa bahwa diri ini akan tetap terdiskriminasi dengan keadaan sekitar yang membudaya.
Imperfect, film yang sangat menarik dengan mengangkat isu tentang body shaming (menghina seseorang berdasarkan bentuk tubuhnya). Film ini banyak menuai pujian dari khalayak penonton terkhususnya pada cewek sendiri yang sampai sekarang masih tetap terobsesi dengan bentuk tubuh yang ideal dan sempurna (kata orang-orang). Dan bahkan bukan hanya dari cewek juga yang harus nonton film ini, tapi cowok juga harus. Dari cowok agar bisa memahami si ceweknya, dan bisa jadi si cowok juga punya masalah yang sama seperti si cewek atau body shaming. 
Sebelumnya, saya tidak dapat menghindari spoiler, film ini hadir di tengah-tengah ramainya media. Dalam kisah ini, Meira Anastasia, seorang penulis buku membagikan pengalaman dirinya yang bangkit dari keterpurukan. Bahwa salah satu menerima diri sendiri adalah dengan mencintai diri sendiri. Dan, jadikan dirimu apa yang kau mau. Dan dari situlah Meira mencoba berolahraga dan sempat juga melakukan operasi payudara.  
Setelah mencintai diri sendiri, kita akan lebih mudah menerima apa yang dikatakan atau dilakukan seorang dengan bentuk ketidaksempurnaan yang ada dalam diri, terkhususnya diri sendiri.
Sepanjang referensi yang saya telusuri bahwa seorang penulis yang mencurahkan pengalaman hidupnya sebagai isteri komedian yang beberapa tahun terakhir ini merangkap sebagai sutradara film Ernest Prakasa. Ernest dikenal humoris dan rupawan yang memiliki akun instagram untuk ngepost foto-fotonya. Pada suatu ketika, Meira perna membaca sebuah komentar di akun instagram suaminya tersebut. Sebuah komentar yang membuat dirinya kaget, sedih serta merasa tidak percaya diri. Komentar itu tertulis, “Ternyata orang ganteng belum tentu isterinya cantik!” 
Bagi sebagian orang bahwa komentar tersebut terlihat biasa-biasa saja. Namun, bisakah seseorang setidaknya memikirkan ulang kembali apa yang dia lakukan atau kata-kata apa yang dilontarkan sebelum mengirimnya? 
Masuk ke alur cerita, film ini berkisah pada seorang perempuan yang disindir karena fisiknya. Wanita ini memiliki badan gendut yang berbeda dengan ibu dan adiknya yang langsing nan cantik. Dia adalah wanita cantik, dan mulai dengan bayi wanita yang gemoy yang sering dipuji teman-teman orang tuanya, bayi itu bernama Lulu (Yasmin Napper). Bayi ini adalah anak kedua dari orang tua ibunya yang bernama Deiby. Setelah itu, tidak lama ayah dan anak pertamanya datang. Anak pertama itu bernama Rara (Jessica Milla). Secara fisik, Rara adalah anak yang gendut dan mempunyai kulit bersawo matang karena faktor gen dari ayahnya yang gendut dan bersawo matang juga. Sejak kecil Rara sudah sering dibanding-bandingkan dengan sang adik dan dia merasa cuek dengan hal tersebut.
Ketika Rara terluka akibat jatuh dari sepeda, ayahnya malah memberikan eskrim dan Rara masih sempat menolaknya karena selalu dilarang oleh ibunya. Namun, ayahnya tetap berkata: omongan ibumu tak usah dihiraukan. Tidak apa sekali-kali”. 
Singkat cerita, Rara dan Lulu sudah sampai ke tingkat anak-anak. Dan di situ pula mereka hendak makan, namun, saat Rara ingin mengambil nasi ibunya langsung melarangnya untuk tidak makan terlalu banyak, karena ibunya tidak ingin Rara terlalu gendut, “Nak, nggak kebanyakan tuh?” Dengan benar yang kita lihat dari latar belakang keluarga ini adalah di mana Rara sangat bertolak belakang darinya (mama dan lulu). Bisa dipastikan Lulu memenuhi kriteria perempuan cantik yang dibangun oleh masyarakat: cantik, tinggi, putih, rambut lurus dan feminim. Walaupun demikian, ia memiliki Diki (Reza Rahadian) yang mencintainya apa adanya.
Dari awal film kita sudah disuguhi dengan beberapa karakter, mulai dari Rara yang di mana dia kurang betah di rumah karena ibunya menyuruhnya diet dan segala macam dan dibanding-bandingkan sama adiknya (lulu) yang dianggap sudah memenuhi kriteria cantik pada umumnya. di sini juga Rara sudah terdiskriminasi sejak dini dengan berbagai macam aturan ketimbang dari ayahnya yang lebih suka Rara yang apa adanya. Sampai Rara beranjak dewasa, konflik tetap berjalan sampai Rara masuk ke dunia kerja. Dimana Rara mendapat perlakuan diskriminasi di kantornya. Rara yang pintar dan senior harus terhalang dengan karirnya karena penampilannya. Dimana perjalanan karirnya lebih mementingkan penampilan ketimbang isi kepala. Rara sedih dan kecewa atas sekitarnya. dan Rara mendapat ide bahwa dia harus menurunkan berat badannya dan jauh lebih menjaga penampilannya. Setelah tercapai, Rara sadar akan kekeliruannya dan segera memperbaiki semuanya.
Berangkat dari kisah seseorang dalam film ini, ceritanya dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Mulai dari bentuk ketidakpercayaan diri, adanya diskriminasi, dan bentuk-bentuk kejanggalan yang spesifik dalam dunia kerja atau perkantoran. Pembawaan dalam karakter pun sangat terkesan, sehingga terasa pas dan pesan-pesannya sampai ke penonton dan ceritanya mengalir. 
Film ini juga cocok dinikmati oleh semua kalangan, terutama peran remaja dan orang tua. Peran remaja, kita belajar dalam kehidupannya Rara dan Lulu, bahwa apapun masalahnya, akan selalu ada yang membuat kita insecure dan lebih baik menerima kenyataan, mengakui diri kita sendiri lalu berdamai dengannya. Kalangan orang tua juga begitu, bahwa ada suatu hal yang lebih esensial dalam hidup ini, dan lebih penting dari pada angka timbangan berat badan kita, yaitu penerimaan atas diri kita yang bebas merdeka, tidak terpengaruh dengan apa yang berada di luar diri kita yang terkadang buat kita selalu merasa tidak percaya diri (insecure), yang acap kali, sebagai pemilik tubuh kita tidak memiliki otonomi diri. So, “If you life according to what others think, you will never be rich.” -Seneca (Letters)
Penulis,
Yessi Talibo
Mahasiswa Jurusan Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Ushuluddin, IAIN Manado.

Tentang Anime: Antara Industri Hiburan dan Propaganda Sosial Politik

teras inomasa art Masih ingatkah kalian, kartun atau anime apa saja yang sudah menemani masa kecil kalian? Tanpa disadari sebagian besar dari kita yang...
admin
6 min read

“SUPER 30” DAN INSPIRASI PENDIDIKAN KITA

sumber mbak google Tidak disengaja, saya berselancar disalah satu kanal  layanan penyedia film online. Dengan modal koneksi wifi, di saluran itu saya dapat memilih...
admin
3 min read

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *