Refleksi 17-an: Sudahkah Kita Merdeka?

6 min read

 

Sumber gambar : (CNN Indonesia/Damar Sinuko)

Setiap 17 Agustus, merupakan tanggal yang sangat istimewa bagi bangsa Indonesia. Disebabkan ditanggal tersebut, Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno, memploklamirkan kemerdekaan Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke, semua rakyat menyambut berita ini dengan gembira. Perjuangan mereka melawan penjajah terbayar sudah. Rasa tertekan berganti dengan harapan.

Siapa yang tak suka merdeka, bebas dari penjajah, bebas mengemukakan pendapat dan bebas melakukan apa yang kita mau, tanpa takut diintimidasi maupun dihukum.

Kini, Indonesia tepat di tanggal 17 Agustus 2023 merayakan dirgahayu yang ke-78 tahun. Bila ditilik dari usia orang dewasa, 78 tahun sudah merupakan usia yang matang bagi bangsa ini, sudah memiliki banyak makan asam garam, manis, dan pahit kehidupan.

Namun, kenyataannya, Indonesia tidaklah sama dengan usia orang dewasa. Indonesia adalah negeri cantik, bak dongeng, ‘dan itu memang kenyataan’. Dengan dayang-dayangnya yang tampan dan cantik, saling berebut untuk menggemukkan diri mereka sendiri, tanpa pernah memikirkan nasib rakyatnya. Penguasa yang selalu di hujat tanpa introspeksi pada diri mereka sendiri, padahal dia sudah bekerja keras. Sedihnya dayang-dayang itu telah buta mata dan hatinya. Yang ada dalam pikiran mereka hanyalah satu, bagaimana mengeruk uang sebanyak-banyaknya.

Jujur saja, sebagai warga Negara dan seorang pemuda, saya merasa miris dengan kondisi Indonesia saat ini. Penistaan agama, korupsi, berita hoax, polisi yang berlagak seperti preman pasar, dan ujaran kebencian seperti menjadi santapan sehari hari. Menelan seluruh emosi positif dalam jiwa saya. Belum lagi perkataan para dewan dan para politikus yang akhir-akhir ini menjelang PILKADA yang tak disaring dan educate. Tanpa pernah memikirkan efeknya. Semakin memperburuk suasana saja. Akhirnya saya bisa merenung. Inikah yang disebut kemerdekaan? Inikah yang diinginkan oleh para pejuang kemerdekaan dulu? Berjuang sampai titik darah penghabisan? Membully orang yang tak sealiran/sepemahaman, memfitnah, demo yang berjilid-jilid dan saling debat tak bertepi hanya untuk memenuhi hasrat mereka sendiri.

Ya… saya rasa tidak. Kita tidak boleh bisa menelan arti kata merdeka secara mentah-mentah. Namun seyogyanya, kita harus mengerti dan memahami betul maknanya.

Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat arti merdeka dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI).

Merdeka adalah: bebas dari perhambaan, penjajahan dan lain sebagainya, berdiri sendiri, tidak terkena atau lepas dari tuntutan, tidak tergantung pada pihak tertentu, leluasa, bebas (melakukan sekehendak hatinya).

Kita tidak bisa membayangkan tepat 78 tahun yang lalu sang proklamator membacakan sebuah naskah teks proklamasi yang menyatakan kemerdekaan Indonesia. Momen indah tersebut menyatakan bahwa Indonesia sudah merdeka. Merdeka dari penjajahan Jepang, merdeka dari berbagai kolonialisme yang merenggut hak rakyat. Meskipun saat itu Indonesia masih dikepung oleh Jepang dan Belanda datang untuk melancarkan agresi militer, momentum kemerdekaan membuat semangat juang rakyat seantero Nusantara menggelora. Perjuangan mempertahankan Indonesia pun diemban oleh masyarakat yang enggan menyerahkan kebebasannya diambil kembali oleh Belanda.

Merdeka, suatu kata yang mampu menggetarkan dada dan semangat. Darah juang pahlawan yang gugur hanyalah untuk mendapatkan sebuah kemerdekaan. Sudah 78 tahun Indonesia merdeka secara konstitusional, akan tetapi masih banyak dari kita yang belum benar-benar merasakan kemerdekaan yang hakiki. Indonesia nyatanya belum sepenuhnya merdeka, masih banyak pekerjaan rumah untuk bangsa ini agar dapat “MERDEKA” secara utuh dari bentuk penjajahan yang sebenarnya, yaitu:

Merdeka Melawan Kebodohan

Menurut data, 30% rakyat Indonesia yang mengenyam bangku pendidikan di perguruan tinggi. Ini menjadi tantangan untuk Indonesia, terlebih lagi untuk nanti 1 abad Indonesia merdeka akan terjadi bonus demografi besar-besaran. Bodoh bukan  berarti kurang dalam pengetahuan formal akan tetapi tentang sikap dan etis dalam berpendapat di media sosial. Netizen Indonesia yang cenderung berkata-kata buruk dan mudah terhasut oleh berita HOAX menunjukkan bahwa masih banyak orang “bodoh” meski memiliki gelar di belakang nama mereka. Kita sebagai masyarakat dan juga pemuda harus berperang melawan kebodohan-kebodohan dari informasi HOAX yang beredar di internet.

Merdeka Melawan Kemiskinan

Persentase penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 9,36 persen, rasio ini merupakan rasio kesenjangan antara masyarakat miskin dan kaya. Masih tingginya angka tersebut menyebabkan orang kaya di Indonesia makin kaya dan yang miskin makin miskin. Membuka lapangan pekerjaan dan meningkat softskill adalah kunci untuk mengentaskan kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai Warga Negara Indonesia, kita masih harus membantu saudara-saudara kita yang masih berada di angka garis kemiskinan.

Merdeka Melawan Intoleransi

Ramainya ujaran kebencian yang mengandung SARA sangat marak akhir-akhir ini. Beberapa contoh seperti penistaan agama yang dilakulan oleh salah seorang oknum pimpinan PONPES Al-Zaitun, pembubaran ibadah natal di SABUGA akhir tahun lalu, penurunan patung Buddha di Tanjung Balai, serta polemik patung dewa di Tuban harus menjadi perhatian yang serius untuk bangsa ini. Ideologi Pancasila menunjukkan banyak keberagaman dan toleransi antar umat beragama. Sayangnya banyak oknum yang tidak bertanggung jawab menyebabkan retaknya kebhinekkaan dan menginginkan bangsa ini terpecah. Kita harus melawan oknum-oknum tersebut dan tidak terhasut oleh ujaran kebencian satu sama lain. Di saat negara lain berpikir untuk menduduki Mars, kita disini masih harus terus berselisih tentang SARA? Ayolah, move on!

Merdeka Melawan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Sudah bosan rasanya kita melihat para wakil rakyat dan politisi yang terlibat banyak kasus korupsi. Indeks presepsi korupsi Indonesia menduduki peringkat 90 dari 176 negara dan tertinggi di ASEAN di tahun 2017. Kerugian yang disebabkan oleh KKN ini pun sangat tinggi. Berita nasional yang menghiasi layar kaca hampir sering tentang penangkapan oknum korupsi seperti korupsi E-KTP. Apakah kita harus menjadi pejabat dahulu untuk memerangi korupsi? Tentu saja setialah pada hal terkecil dahulu. Jangan menggunakan uang atau jabatan untuk kepentingan pribadi bagi para pejabat. Hindari berbohong di kantor atau melakukan mark up keuangan bagi para pekerja. Hentikan mencontek saat ujian dan menjiplak karya orang lain untuk para pelajar. 

Tugas kitalah untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan agar Indonesia menjadi negara yang benar-benar Merdeka, bukan hanya sebatas slogan.

Merdeka Melawan Perhambaan dan Penjajahan

Pertanyaannya, benarkah kita sudah benar-benar bebas dari penjajahan? Sepertinya belum. Karena kita masih butuh bantuan Negara lain, kita masih butuh mereka untuk meminjamkan kita uang demi membangun negeri yang katanya kaya raya ini. Selain itu banyak ekspatriat yang memiliki jabatan bergengsi diperusahaan, sedangkan kita bersenang hati menjadi kuli. Mereka menjajah kita secara lembut dan tanpa kita sadari. Dan bila kita tidak hati-hati mulai sekarang, lambat laun Negara ini akan beralih pada mereka. Dimanakah anak cucu kita akan tinggal kelak?

Merdeka Untuk Berdiri Sendiri

Berdiri sendiri membangun negeri, dengan memanfaatkan kekayaan alam, serta mengapresiasi anak-anak bangsa yang jenius. Bangsa ini masih belum mampu melakukannya. Pikiran kita terlalu kerdil. Sawah dan ladang banyak dijual pada orang asing untuk mengakomodir kesenangan sesaat. Atau untuk membangun banyak perumahan. Hasilnya, semakin tahun ladang sawah semakin berkurang. Beras sampai impor, Padahal Negara ini ‘kondisi masyarakat dan wilayahnya sangat subur dan makmur’. Anak-anak jenius ditelantarkan. Akhirnya mereka memilih bekerja diluar negeri, daripada membangun negerinya sendiri. Bisakah kenyataan itu terus kita pertahankan?

Merdeka Dari Tuntutan

Bukankah lebih enak dan nyaman, bila kita merdeka dari tuntutan. Tuntutan apa pun dan bebas melakukan apa yang kita mau tanpa takut dengan orang lain. Negara ini sekarang sedang mengalami PMS, layaknya perempuan yang sedang mens. Emosinya sedang meledak-ledak. Maunya ngunyah beling, tidak sealiran dihujat, didemo, kemudian lapor polisi, malah polisinya tak menggubris ketika tak diberi amplop.

Merdeka Dari Bergantung Pada Orang Lain

Coba kita perhatikan, bahwa banyak orang Indonesia sekarang ini sikapnya seperti bebek, sukanya ikut-ikutan. Ada yang ingin memecah belah Negara, ikut. Supaya dianggap keren atau takut karena diintimidasi. Tidak usah! Lebih baik kita menjadi diri sendiri. Terserah mereka mau ngapain. Lebih baik kita fokus bekerja, dan meng-upgrade diri dan bakat yang dimiliki. Kalau kita pekerja kantoran, bekerjalah yang baik dan smart serta penuh cinta, bila kita seorang penulis, menulislah secara kreatif dan melakukan banyak inovasi lewat tulisan. Siapa tahu, usaha kita bisa berkembang pesat, dan dapat menyerap banyak tenaga kerja. Syukur-syukur tenaga asing. Kita balik polanya, mereka yang butuh kita. Bukan kita yang butuh mereka. “Gitu aja kok repot”.

Merdeka Melakukan Apa yang Kita Inginkan

Yup, ini yang paling penting. Dengan memiliki kemerdekaan, kita bebas melakukan apa yang kita mau. Namun ingat dengan norma-norma dan nilai-nilai kebangsaan, ingat dengan perasaan orang lain, ingat dengan efek dominonya. Jangan mentang-mentang merdeka, lantas kita bisa melakukan apa pun seenak jidat. Kita tidak bisa bebas menghujat, menfitnah, menyebarkan berita hoax, menyebarkan ujaran kebencian, mengadu domba, membully, atau bebas berdoa dan mengatakan apa pun didalamnya, tanpa perduli apakah hal itu mengundang kebaikan atau sebaliknya. Apapun itu, semua ada aturannya. Sebab kita tinggal disebuah Negara yang memiliki hukum dan norma-norma yang harus kita ikuti dan patuhi. Bila tidak mau mengikutinya, silahkan tinggal di hutan atau buat negara sendiri. Bereskan.

Merdeka Dari Susah Untuk Mandiri

Indonesia bisa disebut belum merdeka karena masih banyak rakyatnya yang sengsara. Apalagi Indonesia belum mampu mandiri sepenuhnya, karena masih banyak impor dari luar negeri. Selain itu tingginya harga bahan-bahan kebutuhan pokok, terus menyengsarakan rakyat dan tak juga bisa dikendalikan pemerintah.

Coba kita lihat kembali, saat masa-masa pandemi Covid-19 yang dua tahun lalu menyerang rakyat Indonesia, juga membuat pemerintah rela menggadaikan diri. Mereka akhirnya kembali berhutang yang nilainya cukup fantastis karena mencapai Rp. 7.000 triliun untuk penanganan wabah dan upaya untuk membangkitkan perekonomian.

Tidak hanya itu, orang kaya di Indonesia jumlahnya masih terhitung dengan jari. Hal itu terlihat di lapangan, dengan banyak rakyat Indonesia bekerja untuk orang asing, padahal mereka berada di negerinya sendiri.

Sebelumnya, rakyat Indonesia dibuat kebingunguan dengan sulitnya mendapatkan minyak goreng dan harganya melambung. Dan hingga saat ini tahun 2023, masyarakat pun akhirnya dipaksa untuk menerima tingginya harga minyak goreng di negara yang merupakan penghasil kelapa sawit terbesar di dunia.

Dan juga masyarakat masih dipusingkan dengan harga bahan bakar minyak (BBM) yang harganya masih melambung tinggi. Pembatasan dilakukan pemerintah dengan menggolongkan jenis kendaraan sebagai alasan penerima BBM bersubsidi.

Bahkan di beberapa wilayah di Indonesia, demi mendapatkan BBM jenis solar saja, para sopir truk pun hanya rela menunggu seharian. Penyebab kelangkaan solar yang terjadi di berbagai daerah akibat berkurangnya kuota BBM solar subsidi tahun 2022-2023 dibanding kuota tahun sebelumnya.

Berdasarkan data yang didapat, kuota solar subsidi untuk tahun 2022-2023 dibanding tahun sebelumnya hanya 14,9 juta KL atau turun dari kuota tahun sebelumnya yang mencapai 15,4 juta KL. Padahal menurut pemerintah ada peningkatan ekonomi sekitar 5 persen.

Akibat kelangkaan solar itu, juga dirasakan para nelayan di negara yang sebagian besar dipenuhi lautan ini. Tingginya dan sulitnya mendapatkan solar membuat pendapatan para nelayan turun drastis. Mereka tak bisa melaut dengan jarak jauh karena keterbatasan BBM sehingga tangkapan ikan tak maksimal.

Dari semua permasalahan itu, hal tersebut adalah tantangan bersama untuk benar-benar membuat Indonesia merdeka. Para pemuda harus menjadi generasi penerus dan pelurus atas semua yang kini dihadapi. Apalagi Indonesia mendapatkan bonus demografi hingga beberapa tahun mendatang. Artinya, Indonesia masih ada harapan untuk menjadi negara maju dan negara merdeka seutuhnya.

Dari itu semua menurut saya, kita masih belum benar-benar merdeka. Apa yang telah di proklamirkan oleh Presiden Soekarno itu, adalah sebagai pondasi, dan langkah awal menuju gerbang kemerdekaan sejati.

Saya dan bahkan kita semua teramat sangat berharap, penguasa saat ini dan dimasa-masa yang akan datang, bisa membawa negeri ini ke arah lebih baik lagi, baik bukan hanya pada saat kampanye saja. Saya setuju dengan apa yang pernah dilakukan Presiden Soekarno yang memilih jalan terjal untuk mengedukasi rakyatnya supaya tidak bermental pengemis dan menjadikannya pejuang untuk meraih kesempatan yang seluas-luasnya untuk kesejahteraan mereka dan membangun Indonesia seutuhnya. Sehingga Indonesia bisa menjadi Negara hebat, bisa membangun dirinya sendiri, tanpa perlu bantuan hutang. Rakyatpun bisa hidup damai dan tentram tanpa takut dengan perbedaan. Mari kita bekerja bersama-sama untuk membangun negeri ini. Saya yakin, kita pasti bisa! Jayalah Indonesia. Dirgahayu RI ke – 78 tahun. Semoga namamu semakin harum dikancah Internasional. Sama seperti doa para pendahulu. Aamiin…

Bolaang Mongondow Utara, 11 Agustus 2023. 

______________________

Tertanda; Pemuda Indonesia yang tak perlu diakui oleh bangsanya sendiri.

Apakah Matematika Sebagai Standar Kepintaran?

  Sumber Gambar, Google Matematika merupakan pelajaran yang identik dengan hitung menghitung dan juga angka-angka. Matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit karena para pelajar...
admin
1 min read

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *