www.terasinomasa.club |
Selepas shalat tarawih saya dan kaka tertua, duduk berbincang di depan Rumah tempat di mana kami bermain dulu. Di tempat itu, yakni sebuah pelataran yang penuh dengan rumput zoysia japonica atau di negara-negara Eropa disebut korean lawn grass (Indonesia: rumput jepang), kami teringat akan satu permainan kuno bernama Bola Api.
Bola Api adalah permainan yang populer dimainkan pada saat bulan ramadhan. apalagi ketika menjelang malam pasang lampu, yakni tradisi menjemput malam lailatul qadar yang dilakukan selama 3 hari berturut sampai dengan malam 1 syawal (takbiran). Tradisi malam pasang lampu biasanya dilakukan dengan menjejerkan lampu berbahan dasar minyak tanah, yang di isi di dalam botol kemasan Kratingdaeng atau M 150, lalu diberikan sumbu di atasnya. lampu-lampu itu diletakkan di depan Rumah dengan model atau pola tertentu.
Kembali ke Bola Api
Bola Api menjadi salah satu permainan tradisional yang cukup populer di zamannya. Bola Api merupakan permainan yang dibuat dari batu bata berbahan dasar tanah liat, yang dibentuk bulat, dengan cara digesek dipermukaan jalan aspal atau tempat yg permukaannya agak kasar dan keras. proses pembentukannya dilakukan terus-menerus sampai batu batanya terlihat bulat utuh dan mudah untuk dimainkan.
Setelah berbentuk bulat, yang kira-kira ukurannya sebesar kepalan tangan anak umur 8 tahun-an. Selanjutnya bola api tersebut dilumuri dengan minyak tanah yang diperoleh dari hasil ngemis ke orang tua.
biasanya proses pelumurannya dilakukan di dalam tempurung kelapa dan didiamkan selama kurang lebih 5 menit. Tujuannya, agar minyak tanah dapat masuk secara maksimal di dalam Bola Api.
Bola Api yang terbuat dari batu bata, memiliki rongga udara atau semacam pori-pori kecil yang mudah menyerap cairan minyak tanah secara maksimal. Hal ini juga menjadi alasan, mengapa memilih batu bata sebagai bahan utama pembuatan Bola Api.
Selanjutnya, Bola Api yang telah dilumuri dengan minyak tanah tadi, diberi api dan siap untuk dimainkan. cara memainkannya, sama seperti permainan bola pada umumnya. Namun permainan bola jenis ini tampilannya lebih estetis. sebab, Bola Api adalah bentuk nyata dari film shaolin soccer yang penuh imajinatif.
Dari faktualitas ke visualitas
Tidak bisa dipungkiri bahwa perubahan akan terus terjadi dengan waktu yang tidak selamanya dapat diprediksi. Namun begitulah kenyataannya. Perkembangan zaman sering kali mengakibatkan terjadinya perubahan pada obejk tertentu. Termasuk permainan Bola Api.
Permainan ini, sejatinya dimainkan secara langsung dan nyata. Antara bola dan pemainnya sama-sama memiliki hubungan yang erat. Pemain dengan imajinasinya membuat dan membentuk bola api sedemikian rupa dan memainkannya secara langsung.
Berbeda dengan game online yang akhir-akhir ini menjadi primadona anak-anak, bahkan dewasa sekalipun. Pergeseran ini menampakkan terjadinya kekosongan di antara pemain dan yang dimainkan. Ada semacam nilai yg hilang ketika permainan nyata bergeser menjadi permainan maya.
Untuk lebih mudah memahaminya, saya akan meminjam istilah Walter Benjamin tentang konsep “aura”. Konsep ini merupakan Bentuk kritik terhadap budaya kapitalisme yang menyerang, bukan hanya pada aspek sosial, melainkan Sampai pada dimensi Seni dan kedalaman estetis.
Permainan Bola Api, tampak terjadi hal yang serupa. Di mana Seni dan kedalaman estetis dari Bola Api digantikan dengan game online yang sifatnya maya, mengakibatkan kehilangan “aura”. Bola Api dibuat secara khusus oleh pemain dengan kemampuan seninya. Sehingga Nilai estetisnya dapat. Yakni antara pemain dan yang dimainkan terhubung melalui seni yang disebut Benjamin dengan istilah “aura”. Berbanding terbalik dengan Game online. Tampak antara pemain dan game yg dimainkan terdapat ruang yang kosong. Sebab pemain tidak lagi dituntut untuk berimajinasi dalam seni membuat mainan. Di sinilah terjadi perubahan alur faktualitas ke visualitas. Anak-anak kini kehilangan imajinasi dalam melakukan segala hal. Termasuk kreativitas dalam membuat permainan. Maka disamping sebagai efisiensi, prodak modern secara tidak langsung mengajak kepada generasi di jaman ini, tumpul dalam berabstraksi.
Bintauna, 24 Maret 2023
Penulis
Nasar Lundeto