Menu

Mode Gelap
 

Sekitar Kita · 27 Apr 2022 18:24 WITA ·

Ponukuto: Tradisi Non Medis dan Nilai Luhur


 Ponukuto: Tradisi Non Medis dan Nilai Luhur Perbesar



Indonesia adalah negara kaya. Ini dibuktikan dengan beragam suku, ras, agama, tradisi, juga kekayaan alamnya yang melimpah. Sungguh, ini adalah anugerah terindah yang diberikan Tuhan pada sebuah “al balad“.


Di pesisir utara nun jauh dari ibu kota, ada sebuah wilayah yang begitu kaya dengan kebudayaannya, wilayah itu bernama Bintauna atau dengan nama awal Vintauna. Jika bicara budaya, pasti tak lepas dari hal bahasa, seni, ritus, dan kebiasaan dari suatu daerah. Disini, saya akan coba mengulas budaya yang ada di daerah tersebut. Karena kebetulan, saya adalah orang yang lahir dan besar di Bintauna. 


Ada yang menarik disini, misalnya tradisi “non medis”. Tradisi non medis ini, masyarakat Bintauna lebih mengenalnya dengan nama “Moponukuto“. 


Moponukuto adalah sebuah tradisi yang dilakukan pada seorang perempuan yang memasuki tujuh bulan kehamilannya dengan cara memijat perut sih perempuan. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, adat Moponukuto berevolusi atau berubah nama menjadi “Moli’iro tia“. Namanya saja yang jamak, tapi esensinya tetaplah sama. 


Adat ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis kelamin dari bayi yang ada dalam kandungan. Selain itu, untuk membantu calon ibu agar mudah untuk melahirkan nanti. Moponukuto atau urut puru dalam bahasa lokalnya, juga bertujuan untuk mengetahui posisi bayi apakah iya terlentang, terbalik, turun atau memang berada pada posisi sempurna dengan kepala di bawah.


Bagi masyarakat Bintauna, ini adalah adat yang urgen untuk dilakukan. Kenapa? Sebelum dunia medis masuk beroperasi membantu masyarakat yang mengalami sakit dengan berbagai peralatan modern, adat ini sudah terlebih dulu lahir di Bintauna. Adat ini selain tujuannya yang saya sebut di atas, dapat meminimalisir calon ibu untuk tidak dioperasi saat melahirkan. Karena, setiap calon ibu, menginginkan ia melahirkan secara normal. Seturut dengan itu, sang calon ibu dan bapak lebih mudah untuk tidak merogoh kocek dari dalam saku untuk melakukan USG (melihat posisi bayi dan jenis kelamin).


Alat dan bahan


Dalam prosesi ini, tentunya sang calon orang tua akan mempersiapkan segala hal, diantaranya:

1. Mempersiapkan segala keperluan bayi, mulai dari pakaian, bedak, sabun, tempat tidur, dan lain sebagainya.

2. Menyediakan kelapa yang sudah dikupas bersih sabutnya.

3. Menyiapkan sebutir telur dan seokor ayam jantan.

4. Menyediakan seuntai benang 

5. Menyiapkan pinang yang masih terbungkus rapi pada pelepahnya.

6. Sarung

7. Parang


Uniknya, semua ini harus disiapkan oleh sang calon ayah dan pihak keluarga, di poin satu misalnya. Pihak keluarga laki-laki berbagi tugas untuk menyiapkan segala peralatan bayi. Ada yang menyiapkan baju, celana, keranjang, sabun, tempat tidur dlsb.


Pengaplikasian dan Filosofi


Yang paling awal dalam prosesi ini adalah menyiapkan kelapa yang sudah dibelah menggunakan parang dengan posisi biang dan calon ibu saling berhadapan di depan pintu. Setelah kelapa tadi dibelah, kelapa tersebut lalu dijatuhkan ke tanah untuk melihat bagian mana yang posisinya telungkup dan mana yang tidak. Dari posisi kelapa ini, sang biang sudah dapat mengetahui kelamin sang bayi. 


Selanjutnya, kelapa yang tidak telungkup tadi diambil dan dicukur bersih. Yang nantinya batoknya akan diambil dan kembali digunakan.


Setelah itu, sang calon ibu digiring ke dalam kamar untuk dibaringkan dengan posisi terlentang. Kain sarung yang disiapkan tadi guna untuk menutup bagian perut sampai kaki (Aurat). Pada tahap ini, pinang yang belum mekar atau masih terbungkus, diambil oleh biang dan ditepuk hingga terbelah di atas perut sang calon ibu. 


Hal ini bertujuan untuk memastikan jenis kelamin bayi yang kedua kalinya. Caranya yaitu dengan mengamati posisi pada pangkal pinang. Jika ini lancip, maka kelaminnya adalah laki-laki. Jika sebaliknya, maka jenis kelaminnya adalah perempuan. Berikutnya, buah pinang kecil yang sudah ditepuk oleh biang tadi, ditaburi ke kepala hingga perut sang calon ibu sebanyak 3 kali. 


Makna filosofis dari prosesi di atas adalah untuk memberikan gambaran serta pengharapan bagi sang calon ibu agar janin dan bayinya sehat, dapat memberikan keturunan yang banyak, akhlak yang baik dan lurus bagi sih bayi sebagaimana perawakan pohon pinang yang berdiri tegak lurus.


Setelah prosesi ini selesai, dilanjutkan dengan memecahkan telur dari cangkangnya yang diletakan dalam batok kelapa menggunakan sikut. Telur yang telah pecah, kemudian diambil untuk mengurut perut sang calon ibu. Pada fase ini, biang kembali memperhatikan posisi perut sebelum mengurutnya. Jika lancip atau memanjang, maka bayinya adalah laki-laki. Tetapi jika perut ibu hamil bentuknya melebar, maka itu adalah perempuan. Tak jarang, perkiraan ini benar adanya.


Pasca diurut, sih bumil dililitkan kain dibagian punggung dan bokong agak sedikit diangkat. Biang mengambil posisi untuk memegang kedua ujung kain lalu menggerakan ke kiri dan kanan. Gunanya untuk bayi dalam perut tadi tidak stres sehabis diurut. Pun, membiasakan sejak dini merasakan posisi gerakan ditimang.


Terakhir, perut sih bumil dililit menggunakan benang. Setelah itu, ayam jantan yang telah disiapkan, diambil darahnya pada bagian mahkotanya. Darah tadi dioleskan pada dahi di bumil. Kemudian sih bumil digiring keluar untuk mengelilingi rumah dari bagian depan hingga kebagian dapur sebanyak 3 kali. 

Dalam tahap ini, makna yang bisa kita ambil adalah janin sih bumil akan selalu kuat sebagaimana telah lilitan benang dan, sih bumil dan calon ayah harus bekerja keras menjaga rezeki yang dititipkan Tuhan kepada mereka. Sebagaimana darah yang melambangkan ikhtiar kerja keras manusia memeras keringat bahkan darah untuk menanggung segala kebutuhan keluarganya. Pun, menjelang melahirkan sih bumil diisyaratkan untuk rajin beraktivitas agar mudah dalam bersalin.


Penulis, 

Rian Laurestabo

Artikel ini telah dibaca 6 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Saudagar dari Boeko, ‘Ajoeba Saidi’

15 November 2023 - 07:14 WITA

Maluku, Jejak Kelampauan dan Kekiniannya

5 Mei 2023 - 23:04 WITA

Ramadhan dan Bola Api

27 Maret 2023 - 22:04 WITA

LONG-LONG : Mainan Tradisional Bulan Ramadhan yang Hilang di Makan Zaman

27 Maret 2023 - 06:35 WITA

Lontong Medan: Cita Rasa dan Sensasi Keberagaman

12 Maret 2023 - 12:14 WITA

Sedikit Catatan Tentang Sejarah Kerajaan Kaidipang Besar

11 Maret 2023 - 13:08 WITA

Trending di Esai