![]() |
Sumber Gambar, Pinterest |
Malam itu hujan turun dengan lebatnya, kilat menyambar-nyambar dan angin bertiup cukup kencang. Seseorang menggendong bayi cantik yang terbalut selimut lembut menuju sebuah panti asuhan. Bangunan panti asuhan itu sudah cukup tua, mungkin sudah puluhan tahun umurnya, jika bukan ratusan, namun nampak masih terawat. Di depannya terdapat sebuah halaman yang tidak terlalu luas, namun indah, dipenuhi dengan berbagai macam bunga bunga dan tanaman apotik hidup.
Bayi itu masih merah, tertidur dengan nyamannya di pelukan orang asing tersebut. Dikecupnya kedua pipi bayi mungil yang menggemaskan itu, lalu diletakkannya bayi itu di teras depan pintu panti asuhan. Setelah memastikan bahwa bayi dalam posisi yang nyaman, orang asing itu mengetuk pintu asuhan tersebut dengan cukup keras, lalu pergi menghilang ditelan gelapnya malam.
Kepala panti terjaga karena mendengar ketukan pintu tersebut. Ia bertanya-tanya, siapakah yang datang ditengah malam buta seperti ini? Dengan sigap ia menggelung rambutnya yang kusut lalu bergegas bangkit menuju arah pintu utama. “Ya, tunggu sebentar.” Ia lalu menghidupkan lampu teras dan membuka pintu tua berwana biru muda itu. Tak ada derit yang keluar dari engsel pintu itu karena ia dan para pengurus panti lainnya selalu merawat dengan telaten setiap sudut bangunan tua itu.
“Aneh, tidak ada siapa-siapa disini!” gumamnya. Namun betapa terkejutnya ia ketika melihat ke bawah ada sesosok bayi perempuan yang sangat cantik. Ia yakin bahwa bayi ini adalah anak yang tidak diinginkan oleh kedua orang tuanya. Apalagi? bagaimanapun ini adalah panti asuhan. Mungkin hasil hubungan remaja yang melakukan seks bebas, atau mungkin hasil hubungan gelap dengan seseorang yang sudah memiliki suami atau istri. Ah, entahlah, yang jelas bayi ini sekarang menjadi tanggung jawabnya. Dan lihat! Betapa cantiknya bayi ini. Ia memberi nama bayi ini Bulan.
***
Bulan tumbuh menjadi gadis remaja yang cerdas dan seperti yang diperkirakan, cantik. Wajar, karena Bulan mendapatkan semua perhatian dan kasih sayang. Tidak ada anak lain yang datang setelah Bulan, maka dia dibesarkan menjadi anak bungsu di keluarga panti tersebut.
Umurnya sekarang sudah menginjak 17 tahun, sudah cukup dewasa untuk bertanggung jawab atas setiap keputusan yang diambilnya. Ada tradisi bahwa setiap anak yang dibesarkan di panti asuhan tersebut harus meninggalkan panti itu setelah berumur 17 tahun.
Dibesarkan di sebuah panti asuhan, Bulan selalu bertanya-tanya siapakah kedua orang tuanya, seperti apakah mereka? Walaupun kepala dan pengurus panti tidak pernah kekurangan memberinya kasih sayang, namun tetap saja rasa penasaran itu selalu menyeruak di dalam dadanya. Maka umur 17 tahun adalah umur yang selalu dinanti-nantinya, karena ia bisa segera keluar dari panti tersebut dan berkelana untuk mencari kedua orangtuanya.
Sebenarnya kepala panti tidak ingin Bulan pergi karena ia anak terakhir yang menghuni panti itu. Namun, walaupun berat hati, kepala panti tak kuasa untuk menolak keinginan gadis muda itu. Ia sangat tahu bahwa tidak ada seorangpun yang bisa menghalangi niat gadis ini untuk pergi. Sesungguhnya perpisahan itu adalah perpisahan yang tanpa air mata.
Namun Bulan menjadi bingung segera setelah ia meninggalkan panti itu, kemana ia harus mencari kedua orang tuanya? Tidak secuil informasi pun yang ia miliki mengenai keduanya. Maka pergilah ia ke sebuah bar di tengah kota Bolmut yang cukup terkenal. Ia berharap, di bar yang cukup ramai tersebut ia bisa mendapatkan informasi mengenai kedua orang tuanya. Namun, apa kenyataanya, tidak seorang pun yang ia temui di sana mengetahui tentang orang tuanya. Bulan pun menjadi putus asa.
Di tengah kegalauannya tersebut, ia bertemu dengan seorang pemuda yang cukup tampan bagi tipe seorang Bulan. Faktanya mereka berdua sangat mirip, bahkan seperti pinang dibelah dua. Ia berpikir bahwa pria ini mungkin saja saudara kembarnya, namun segera ditepisnya jauh-jauh pemikiran tersebut mengingat usia keduanya terpaut beberapa tahun. Keduanya segera menjadi akrab.
Karena pengaruh alkohol dan rasa ketertarikan yang aneh, maka terjadilah apa yang tidak pernah terbayangkan oleh Bulan sebelumnya. Malam itu ia berhubungan badan dengan seorang pria asing yang baru pertama kali dikenalnya.
Bulan terbangun dengan mendapati bahwa laki-laki itu sudah pergi di keesokan harinya. Tapi tak mengapa, dia sudah pernah mendengar hal seperti ini. Bulan memutuskan untuk melanjutkan misinya mencari kedua orang tuanya. Namun cinta satu malam itu berbuntut petaka. Beberapa bulan setelahnya Bulan menyadari bahwa dirinya sedang hamil. Hal pertama yang terbersit dibenaknya adalah ia harus menghubungi laki-laki itu, namun sia-sia ia mencari, laki-laki itu seperti hilang ditelan bumi. Sial!
Tanpa pekerjaan dan tanpa tempat tinggal yang tetap, Bulan tidak memiliki banyak pilihan. Namun ia bertekad untuk melahirkan dan merawat bayi yang ada di dalam kandungannya. Hanya ada satu tempat yang ia ketahui bisa menjamin anaknya tumbuh dengan layak. Maka ia pun kembali ke panti asuhan tempat ia dibesarkan. Kepala panti, yang kini sudah menua, dengan senang hati meyambutnya kembali. Kebetulan semua pengurus panti yang selama ini menemaninya merawat panti sudah berhenti tak lama setelah Bulan meninggalkan panti tersebut. Kembalinya Bulan ke panti tersebut bisa mengembalikan semangat yang sudah memudar.
***
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tibalah saatnya Bulan melahirkan bayi yang dikandungnya selama sembilan bulan ini. Selama ini kehamilannya tidak memiliki permasalahan yang berarti, dia selalu rutin memeriksakan diri di sebuah klinik di dekat panti asuhan tempatnya tinggal. Namun proses melahirkan bayinya mengalami kesulitan yang cukup dahsyat, dia mengalami pendarahan hebat yang memaksa dokter mengangkat rahimnya seutuhnya. Ia pun harus mendapatkan perawatan intensif di ruang terpisah dengan bayinya.
Malam itu adalah malam petaka. Seseorang asing menerobos masuk ke dalam klinik dengan menyamar sebagai karyawan. Tidak ada satupun barang yang hilang di klinik tersebut, kecuali satu, bayi merah yang baru saja dilahirkan oleh Bulan. Sementara itu, di panti asuhan tempatnya tinggal, kepala panti yang sudah cukup berumur menghembuskan nafas terakhirnya.
Tidak bisa dibayangkan betapa terguncangnya Bulan begitu mendengar kabar buruk yang menimpanya bertubi-tubi. Dalam sekejap ia kembali menjadi sebatang kara, kali ini benar-benar tanpa seorang pun tempatnya bergantung. Karena beban mental yang begitu berat, ditambah kondisi fisik yang masih lemah, membuatnya depresi hingga hilang akal sama sekali.
Dr. Riyan, kepala klinik sekaligus dokter yang bertanggung jawab atas Bulan, menaruh rasa iba atas penderitaan yang dialami gadis itu. Dr. Riyan adalah dokter kandungan yang handal, namun diam-diam dia memiliki minat yang cukup besar tentang metode rekayasa genetika. Selama ini ia sangat terobsesi untuk melakukan percobaan operasi transgender, namun tidak pernah mendapatkan objek percobaan yang tepat.
Dan kesempatan itu akhirnya datang juga, dihadapannya ada Bulan yang tidak hanya sebatang kara, namun juga amnesia. Dia sudah mempelajari riwayat pasiennya itu dan sangat yakin bahwa tidak akan ada yang curiga jikalau Bulan tiba-tiba berubah menjadi seorang laki-laki bahkan mati sekalipun, tidak akan ada yang merasa kehilangan dan berusaha mencari dirinya.
Di sisi lain, Dr. Riyan beranggapan bahwa apa yang dia rencanakan itu akan memberikan kesempatan kedua bagi Bulan untuk menjalani hidup yang baru, hidup yang sama sekali berbeda dengan kepahitan-kepahitan yang telah dialaminya. Dia melakukan perencanaan cerdik untuk membohongi staf-staf kliniknya dengan membuat seolah-olah Bulan yang sudah hilang akal melarikan diri dari klinik. Tidak sulit, karena ia sangat hapal seluk beluk dan sistem yang berlaku di klinik tersebut, bagaimanapun ia adalah pemiliknya.
Pada kenyataannya, Bulan dibawa ke ruang bawah tanah di rumahnya yang besar. Segala sesuatunya sudah disiapkan. Dan rencana itu dijalankan juga. Dr. Riyan melaksanakan obsesi gilanya melakukan operasi transgender terhadap Bulan. Tidak sekedar operasi alat kelamin, dengan teknologi medis yang sudah sangat canggih saat itu, Dr. Riyan melakukan hal yang tidak pernah terbayangkan, dia mengubah susunan DNA Bulan hingga ia menjadi laki-laki yang seutuhnya.
Masih dibutuhkan beberapa bulan lagi untuk melakukan terapi hormon-hormon ke laki-lakian di dalam tubuh Bulan, maka selama itu pula Bulan tinggal di dalam rumah Dr. Riyan yang megah itu. Kepada istri dan pembantunya, lelaki gila itu memperkenalkan Bulan sebagai Arya, sepupu jauhnya yang butuh perawatan ekstra karena penyakit langka.
Setelah beberapa bulan yang menyakitkan, proses perubahan itu sempurna juga. Bulan benar-benar sudah menjadi Arya yang tampan dan jantan. Arya pun dipekerjakan oleh Dr. Riyan sebagai tenaga administrasi di kliniknya.
***
Hidup Bulan sebagai laki-laki yang bernama Arya benar-benar menyenangkan. Dengan wajah tampannya, ia dapat dengan mudah menarik perhatian setiap wanita yang ia inginkan. Petualangannya dari satu pelukan ke pelukan wanita yang lainnya membuat laki-laki lainnya merasa tersaingi dan cemburu dengan kehadirannya. Dia pun gemar bermabuk-mabukan, tempat minum favoritnya adalah sebuah bar di pusat kota.
Pada suatu ketika ada seorang laki-laki tua yang datang menghampirinya dan berbincang-bincang. Di tengah mabuknya pria tua itu membual bahwa dia sebenarnya adalah seorang penjelajah waktu yang datang dari masa yang akan datang. Sebal dengan ocehan pak tua itu, Arya menantangnya untuk membuktikan omongannya. Maka di bawalah Arya ke sebuah gudang tua di tengah hutan yang terpencil.
Di gudang tersebut terdapat sebuah mesin aneh dengan konstruksi yang nampak rumit. Di tengah mesin itu terdapat sebuah cermin oval yang besar yang memantulkan bayangan mereka berdua. Namun berbeda dengan cermin pada umumnya, cermin ini melayang-layang tanpa ada sesuatu pun yang menggantungnya. Di sekeliling cermin itu terdapat cahaya biru yang berpendar-pendar, namun tidak terlihat ada lampu yang menjadi sumber cahaya tersebut.
“Mesin apakah ini pak tua?” Tanya Arya dengan penuh keheranan.
“Ini adalah mesin waktu yang ku ceritakan,”
“Apakah engkau yang membuatnya?”
“Ohoho, apakah tampang ku seperti tampang ilmuwan? Tentu tidak. Bukan aku yang membuatnya, mesin ini sudah ada sejak dahulu kala di sini. Namun tidak ada seorang pun yang mengetahuinya, dan aku pun tidak pernah menceritakan tentang hal ini kecuali kepadamu anak muda,”
“Lalu bagaimana kau bisa mengetahui keberadaan mesin ini?”
“Ceritanya panjang anak muda, aku tidak punya waktu untuk itu. Ke sinilah, aku akan menunjukkan mu cara kerjanya. Kau lihat cermin itu?” tunjuk pria tua ke arah cermin di tengah-tengah mesin itu.
“Itu sebenarnya adalah sebuah vortex, sebuah pintu antar dimensi, dibalik cermin itu ada dunia yang lain dari dunia tempat kita berdiri ini. Begini, maaf, ku luruskan. Sebenarnya dunia yang sama, tapi dimensi waktunya lah yang berbeda,” lanjut pria tua itu sambil terkekeh.
“Jadi, maksudmu dibalik cermin itu ada masa depan?” tanya Arya penasaran.
“Ya… begitulah. Tapi pintu ini hanya bertahan beberapa jam saja, 6 jam tepatnya. Setelah itu ia akan lenyap, dan kau akan tertahan di masa yang kau datangi tanpa bisa kembali ke masa tempat kau berasal,”
“Tapi kau bilang mesin ini sudah ada sejak dulu, berarti aku bisa kembali ke masa asal ku dengan menggunakan mesin ini lagi kan?” sanggah Arya.
“Hmm… bukan begitu cara kerjanya. Mesin ini hanya dapat mengantarkan mu ke masa lalu, tapi tidak ke masa yang akan datang. Kau lihat indikator penunjuk waktu ini?” Pria tua itu menunjukkan sederetan tuas putar yang menunjukkan angka-angka.
Jim menduga angka-angka itu menunjukkan tanggal dan waktu karena deretan angka-angka yang ditunjukkannya adalah persis tanggal dan waktu saat ini. “Kau bisa memutar tuas ini ke waktu yang kau tuju, lalu kau tekan tombol merah itu, maka vortex ini akan muncul,”
“Lalu?” potong Arya tak sabar. “Lalu kau melangkah menembus vortex itu, dan voila… kau sudah berada di dimensi waktu yang lain,” kekeh pria tua itu. “Ada satu lagi kekurangan dari mesin ini,” tiba-tiba pria tua itu menatap mata Arya dengan tajam. “Kau tidak bisa mengunjungi lagi waktu yang pernah kau kunjungi,”
“Dan bagaimana aku kembali?” tanya Arya.
“Pertanyaan bagus, lihat… pendaran vortex tersebut sudah mulai tidak stabil. Itu tanda bahwa waktuku tidak lama lagi, aku harus kembali ke masa ku,” Pria tua itu tersenyum lalu mulai melangkah ke arah cermin itu. Aneh, cermin itu ternyata bisa ditembus. Riakan-riakan gelombang muncul seiring dengan menghilangnya tubuh pria tua itu ke balik cermin.
” Ingat anak muda, enam jam!” terdengar teriakan pria tua itu dari balik cermin lalu muncul cahaya berkilat yang menyilaukan mata, dan dalam sekejap, cermin itu menghilang… tak berbekas.
***
Setelah pertemuannya dengan pria tua itu, hidup Arya menjadi babakan baru yang penuh dengan petualangan. Dia menjelajah setiap babakan sejarah di masa lalu.
Namun, 6 jam adalah waktu yang sangat tanggung. Arya tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelajahi babakan sejarah di seluruh penjuru dunia, hanya cukup untuk menjelajahi sejarah kotanya sebelum akhirnya dia harus kembali ke masa sekarang. Dan karena kota itu adalah kota yang cukup kecil, maka tidak banyak perkembangan berarti dari tahun ke tahun.
Arya segera menjadi bosan, kesenangannya menjelajah masa lalu tidak bertahan lama. Maka kembalilah ia ke kebiasaan lamanya yaitu bermabuk-mabukan di bar favoritnya di pusat kota. Hanya saja, sekarang dia bisa mengunjungi bar tersebut di masa lalu, sehingga situasinya menjadi cukup berbeda, dan itu cukup mengasyikkan juga.
Hingga pada suatu waktu ia bertemu dengan Seirang gadis di masa lalu di bar tersebut. Gadis itu sangat cantik. Nampaknya ini adalah kunjungan pertamanya ke bar tersebut karena Arya tidak pernah melihat gadis itu sebelumnya, di lini waktu manapun. Dengan sekejap saja dia jatuh cinta pada gadis tersebut, ada sebuah ketertarikan aneh yang membuatnya merasa bahwa ia sudah mengenal gadis ini sejak lama. Namun, bagaimana mungkin? Ia sangat yakin bahwa ini adalah pertama kalinya ia bertemu dengan gadis itu.
Nampaknya gadis itu sedang resah. Naluri kejantanan Arya pun segera bekerja, dia mengajak gadis itu untuk berkenalan dan minum-minum dengannya. Dengan sedikit pancingan akhirnya keluar jugalah kisah dari bibir gadis cantik tersebut. Rupanya gadis tersebut adalah seorang yatim piatu yang selama ini hidup di sebuah panti asuhan. Hari ini adalah ulang tahunnya yang ke 17 tahun dan dia memutuskan untuk keluar dari panti asuhan tersebut untuk mencari kedua orang tuanya. Namun usahanya itu nampaknya tidak membuahkan hasil.
Melihat gadis itu mabuk dan tidak punya tempat untuk kembali, Arya menebar perangkap, mengajak gadis itu untuk menyewa sebuah kamar di sebuah hotel. Perangkapnya berhasil, gadis itu setuju. Akhirnya Arya berhasil meniduri sang gadis malang itu.
Sebenarnya Arya ingin lebih lama lagi tinggal jika saja dia tidak teringat untuk kembali ke masanya sendiri. Dia memandang wajah cantik gadis yang terlelap di dadanya. Ah, perasaan itu datang lagi… rasa rindu yang entah darimana asalnya. Memandang gadis itu seperti sebuah de javu.
Dengan hati-hati Arya menyelusup dari pelukan gadis tersebut. Ia segera memakai pakaiannya dan menyelinap keluar dari kamar hotel itu. Di tengah perjalanannya menuju gubuk tua di tengah hutan, Arya berjanji untuk kembali mengunjungi gadis itu di lain waktu.
***
Arya kembali lagi ke masa itu keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya. Namun ia tak juga menjumpai gadis itu lagi.
“Ah, gadis itu pasti membenciku karena sudah meninggalkannya diam-diam di malam aku merenggut kegadisannya.” sesal Arya. Setengah putus asa, dia mencoba untuk melupakan gadis tersebut.
Malam itu Arya memutuskan untuk mengunjungi klinik Dr. Riyan tempatnya bekerja di masa lalu. Ia ingin tahu bagaimanakah bentuk klinik itu di masa lalu. Namun siapa sangka, ia melihat gadis idamannya yang telah dicari sejak lama sedang duduk di teras sebuah panti asuhan tua dekat dengan klinik Dr. Riyan. Ia tertawa kecil, mengapa tidak dari dahulu saja ia datang ke sini.
Dengan gembira Arya mempercepat langkahnya, hendak menyapa gadis itu. Namun ada yang berbeda, perut gadis itu nampak membesar. “Gadis itu hamil!” pekik Arya tertahan “Bagaimana bisa?” Arya sangat penasaran. Begitu penasarannya sehingga ia membatalkan niatnya untuk menyapa gadis itu dan kembali ke masanya.
Arya terus termenung, rasa penasaran terus membuncah di dalam dadanya. “Apakah itu bayiku? Ataukah bayi pria lain?” Untuk memuaskan rasa penasarannya, Arya memutuskan untuk datang ke masa dimana gadis itu melahirkan bayinya. Ia harus melihat sendiri.
Ia tahu gadis itu pasti melahirkan di klinik Dr. Riyan. Dia sudah hapal denah klinik tersebut, tentu saja, dia bekerja di situ. Dia menuju ke ruang loker dan mencuri baju seorang staf di sana. Dengan menyamar sebagai seorang staf klinik, dia mencoba mencari ruangan tempat gadis pujaannya dirawat. Namun apa yang dilihatnya sangatlah mengejutkan, rupanya ada permasalahan dengan proses kelahiran bayi dari gadis tersebut. Dia melihat gadis pujaannya terkulai lemas bersimbah darah di atas meja operasi. Para dokter dan perawat nampak sangat sibuk memberikan pertolongan kepada gadis tersebut.
Arya sangat terpukul. Pengalamannya bekerja di klinik tersebut memberikan intuisi bahwa gadis itu tidak akan selamat. Ditengah kekalutannya, Arya teringat dengan tujuannya datang, “Bayi itu… aku harus mencarinya!” Arya segera menuju ke ruang perawatan. Tidak sulit mencari bayi yang dimaksud, karena ia langsung mengenalinya dengan sekali pandang saja. Bayi itu begitu cantik, terbalut selimut biru yang tampak begitu hangat dan nyaman. Mukanya begitu mirip dengan dirinya, sekaligus juga mirip dengan gadis itu. Arya sangat yakin bahwa itu adalah anaknya.
“Aku tidak bisa meninggalkannya di sini, aku harus menjamin masa depan anak ini… Dia sudah tidak memiliki ibu, sekarang dia tanggung jawabku, ini adalah darah daging ku!”
Dengan hati-hati Arya mengangkat bayi itu lalu merengkuh ke dekapannya. Dengan mengendap-endap dibawanya bayi itu keluar dari klinik dan langsung menuju ke gubuk tua tempat mesin waktu itu berada, kembali ke masanya.
Namun sekembalinya dari masa lalu, Arya sadar bahwa ia tidak mampu mengurus bayi itu sendirian. Ia tidak punya pengalaman untuk itu. Ditambah lagi, gaya hidupnya yang kerap mabuk-mabukan membuatnya ragu akan masa depan sang buah hatinya. Alih-alih menjamin kebahagiaan sang buah hati, Arya justru akan menghancurkannya. Maka ia memutuskan untuk menitipkannya ke sebuah panti asuhan.
Dari pembicaraan yang kerap didengarnya di bar tempatnya biasa menghabiskan waktu, dia tahu bahwa dahulu, panti asuhan di dekat klinik Dr. Riyan dipimpin oleh seorang wanita yang kemuliaan hatinya telah melegenda. Dia segera memutuskan untuk kembali ke masa wanita itu masih hidup, buah hatinya pasti mendapatkan pendidikan yang baik dan kehidupan yang layak apabila dirawat oleh wanita itu. Diputarnya indikator mesin waktu kembali ke tahun 2040.
Malam itu rupanya badai sedang datang, namun tekadnya sudah bulat. Dia segera menuju ke panti asuhan itu.
Sesampainya di teras panti asuhan tersebut, Arya terdiam. Dipandanginya dalam-dalam bayi merah di pelukannya. Dikecupnya kedua pipi bayi mungil yang menggemaskan itu, lalu diletakkannya bayi itu di teras depan pintu panti asuhan. Setelah memastikan bahwa bayi dalam posisi yang nyaman, Arya mengetuk pintu asuhan tersebut dengan cukup keras, lalu pergi menghilang ditelan gelapnya malam.
***
Tahun demi tahun berlalu. Arya tua berjalan sempoyongan keluar dari bar langganannya. Dia tidak tahu bagaimana dia bisa sampai ke gubuk tua yang sudah puluhan tahun tidak didatanginya. Sekejap seluruh memori kembali ke dalam ingatannya mengenai petualangannya di waktu lalu, secara harfiah.
Lalu dengan asal dia memutar tuas putar dan lalu menekan tombol merah di sisinya. Sebuah vortex antar dimensi muncul di tengah-tengah mesin itu.
“Hmm… masih berfungsi rupanya…” Arya lalu memasuki vortex itu dan pergi ke masa lalu. Tujuannya? Ke mana lagi selain ke bar langganannya.
Asap rokok dan tawa pengunjung memenuhi ruangan bar. Arya menghabiskan berjam-jam di situ, sampai akhirnya dia bosan. Sebentar lagi ia harus pulang ke masanya. Tapi Arya sangat ingin mengobrol malam itu, setelah bertahun-tahun ia hanya minum di pojok bar dan diam, menyendiri di tengah keriuhan.
Dia menepuk bahu pria muda yang tampak sangat bahagia.
“Hai anak muda… maukah kau ku ceritakan suatu rahasia?” Arya membuka pembicaraan.
“Apa itu pak tua?”
“Sebenarnya, aku adalah penjelajah waktu yang datang dari masa depan…”
Note: Tulisan ini terinspirasi dari film “Predestination” yang diangkat dari sebuah novel fiksi ilmiah, karya Robert A. Heinlein.
Penulis, Herman Dunggio