Menu

Mode Gelap
 

Esai · 4 Apr 2023 12:23 WITA ·

Menulis Itu Soal Keberanian untuk Memulai


 Menulis Itu Soal Keberanian untuk Memulai Perbesar

terasinomasa.club

“Menulis adalah kerja-kerja keabadian” 

~Pramodya Ananta Toer

Saya pikir, dengan memaknai maksud dari apa yang didalilkan oleh Mas Pram di atas kita bisa sedikit memiliki spirit untuk memberanikan diri untuk mulai menulis. Menulis apapun. Dengan menulis kita tidak abadi untuk hidup sebagai manusia yang bernyawa. Kita abadi dalam karya.

Tidak sedikit nama-nama besar di negeri ini yang jasadnya telah lama tiada, namun nama dan pikiran-pikiran mereka masih tetap utuh dalam ingatan. Entah anak muda, atau lebih-lebih lagi kalangan tua.

Gus Dur, Nurkholis Majid, Bung Karno, Tan Malaka, Pramodya Ananta Toer, Soe Hok Gie, Wiji Tukul, dan masih banyak lagi. Mereka adalah deretan nama yang tidak pernah hilang dari ingatan para pembaca, lebih-lebih para aktivis mahasiswa, dan para pengaggum pikiran-pikiran mereka.

Ingin menulis tapi, tidak tahu mau menulis apa

Dalam banyak kesempatan saya seringkali mendengar, keluhan teman-teman terkait keinginan besar mereka untuk bisa menulis, tetapi selalu buntu untuk menulis apa. Saya pun sebenarnya menemukan kebuntuan itu, dan bahkan sering. Apalagi dalam hal menulis saya tidak seintens sahabat-sahabat yang lain.

Padahal, jawaban sederhananya adalah jika ingin menulis, ya memulai. Yang menjadi berat adalah karena kita terdahulu memikirkan “pembaca”. Apakah tulisan saya bagus dan akan menyenangkan pembaca?, nanti dikritik senior, atau justru akan ditertawakan.

Sekali lagi mulailah dengan tidak memikirkan itu semua, sebab kebanyakan dari kita memutuskan untuk tidak melanjutkan tulisanya karena “takut” sebelum memulai kata, kalimat, dan bahkan paragraph pertama. Padahal, dengan tertawaan dan mungkin kritikan itu, justru tulisan kita bisa semakin membaik, dan yang terpenting adalah bisa mulai menemukan pembaca yang tepat. 

Karya tulis sama halnya dengan karya-karya yang lain, ini soal selera. Kalau kemampuan kita menulis puisi, essay dengan pembahasan berat, menulis cerpen, dan atau novel, yakinlah suatu hari nanti kita bakalan menemukan pembaca yang senang dan terus menunggu tulisan-tulisan kita selanjutnya. Bisa jadi saat kita menulis puisi “aku” ada nada yang tidak suka, kemungkinan besar dia memang bukan pembaca untuk selera dan cara kita menulis. Begitupun sebaliknya, jika kita menulis hal-hal yang sangat teoritis dan rumit juga tidak semua orang tertarik untuk membacanya. Jadi, selow aja, menulis adalah soal selera, dan pembaca yang baik adalah pembaca yang tahu memilih selera bacaanya yang tepat.

Tulislah, dari hal-hal yang tidak bisa kita lupakan

Dalam satu forum pelatihan menulis beberapa waktu lalu bersama Maarif Institute di kota manado, ada yang bertanya: “saya ingin menulis tapi perbendaharaan referensi buku yang pernah saya baca masih minim, jadi bagaimana, saya mau menulis apa?”.

Pemateri saat itu, Bang Dedik Priyanto. beliau Menjawabnya dengan; “silahkan kalian bisa mulai menulis dengan pengalaman-pengalaman dalam hidup yang tidak akan pernah kalian lupakan. Semisal, Hal-hal paling buruk dan juga yang paling menyenangkan selama kalian hidup. Dari sana kita bisa mulai untuk menulis”.

Selanjutnya Bang Dedik, memperlihatkan koleksi buku-buku yang ia pernah tulis, yang dari semuanya ada beberapa yang hanya beliau ambil dari pengalaman hidupnya. Semisal buku yang menceritakan hobinya terhadap salah satu club sepakbola terkenal eropa. Dan dari itu semua kata Bang Dedik, beliau bisa bertahan dan menyelesaikan kuliahnya dari hasil dia menulis.

Dewasa ini, kita banyak disuguhkan dengan buku-buku best seller karya anak muda, semisal Raditya Dika, Fiersa Besari, Boy Candra, Dzawin Nur, Wira Nagara, dan masih banyak lagi gaya tulisan yang diambil dari pengalaman hidup sehari-hari. Yang tidak bisa kita pungkiri hari ini adalah bahwa, buku-buku mereka laris dipasaran oleh karena banyaknya minat para pembaca.

Lalu apakah karya-karya mereka bisa menyenangkan semua orang, dan apakah tulisan-tulisan mereka terbebas dari kritik? Jawabanya tentu tidak. Tapi, kabar baiknya adalah nama-nama diatas adalah anak-anak yang berani memulai.

Lalu setelah tulisan motivasi di atas mana tulisanmu, Rid?

Untuk outline kali ini sengaja saya tulis untuk melakukan kritik ke diri sendiri, hehe. Jawaban sederhana dari pertanyaan outline di atas adalah meski menulis essay motivasi toh sampai pada outline ini anda masih setia membaca.

Dalam hal menulis serius, saya bisa dibilang jarang. Maksudnya menulis serius adalah menulis dengan menggunakan pakem penulisan yang baik dan benar. Meskipun setelah menggunakan pakem masih salah-salah juga sebenarnya, hehe.

Tapi ini serius, dari hal-hal yang jarang itu, sekali saja saya menulis serius tulisan saya selalu lolos seleksi dalam rangka agenda kegiatan Nasional. Pertama saya menulis dan dihargai dengan tiket pergi-pulang Jakarta dan mendapatkan ilmu serta jejaring Nasional bersama Maarif Institut adalah pada tahun 2018 silam. Tulisan ece-ece juga sebenarnya, tapi sekali lagi, dihargai dengan pengalaman yang tidak semua mahasiswa Sulawesi utara bisa mengulanginya. Kedua, tahun 2022 kemarin tulisan saya kembali lolos untuk mengikuti agenda youth camp yang diselenggarakan oleh seknas Jaringan Gusdurian di Yogyakarta, dan ada hal yang unik dari tulisan yang akhirnya lolos itu. Seperti yang sudah saya singgung di atas bahwa saya jarang nulis, dan atau lebih tepatnya pemalas hehe. 

Tulisan yang saya ikut sertakan adalah tulisan yang sudah saya tulis semenjak tahun 2019 dan tulisan itulah yang terpilih menjadi 1 di antara 30 orang yang dicari setelah melewati fase seleksi dari sekitar 700an tulisan seluruh Indonesia. Kata mas Pram, tulislah suatu saat pasti berguna. dan Saya sudah merasakan itu.

Terdengar makang puji memang, tapi begitulah faktanya wahai para pembaca yang budiman. Makang puji adalah makanan untuk mengisi jiwa-jiwa yang lapar akan pujian. Ah bercanda terus, kapan serius, Rid? Baiklah saya serius, jadi bercandaan di atas itu adalah briging untuk masuk ke outline selanjutnya, yang bakalan membahas kenapa pada akhirnya saya hari ini mulai menekuni hal baru yaitu menulis komedi.

Kenapa komedi?

Jadi begini, jawaban bercandanya adalah dari awal saya sadar bahwa menulis essay yang berat-berat saya kurang mumpuni, apalagi ditambah dengan isi kepala yang isinya hanya makanan dan rebahan aja, hehe. Tentu tidak punya harapan. Dan jawaban paling serius adalah saya mengalami kebosanan dalam menulis essay lebih kepada karena para pembaca itu-itu saja, kebanyakan hanya dari orang-orang yang sebenarnya dari cara berpikir kita sama dan di tempa dengan proses dan referensi bacaan yang sama.

Sementara apa yang saya yakini dalam pikiran dan laku selama ini seharusnya bisa menyebar dan jangkaunya bisa lebih luas dari hanya sekadar pembaca yang pemikiranya sudah sefrekwensi.

Mulailah saya menulis gendre komedi pada bulan April tahun 2022 kemarin, tidak saja ditulis saya membawakanya dalam setiap kesempatan open mic di caffe-caffe yang ada di Sulawesi Utara. Orang-orang menyebutnya hari ini adalah sebagai seorang stand up comedian atau komik. Saya memilih jalan untuk menyapaikan nilai yang saya percaya adalah dengan jalan comedy.

Saat ini saya sedang dan terus belajar mengasah cara menulis comedy yang baik dan tentunya lucu. Soalnya kalau tidak lucu bukan tulisan comedy dong namanya, tapi tulisan tragedy. Hehe

Awalnya saya sempat ragu, tapi ada satu quote menarik dari abang-abangan di Komunitas, “komedi adalah cara paling ampuh untuk melakukan transfer nilai”. Saat mendengar itu, saya semakin percaya diri, bahwa jalan ini sesuai dengan apa yang saya harapkan. 

Di caffe para penonton beragam latar belakang pikiran, agama, status, dan pekerjaan. Dan itulah yang terus membuat saya bersemangat menulis. Ada banyak orang yang harus terinfluence dengan kebaikan-kebaikan yang selama ini saya diskusikan di sekretariat organisasi dan kampus, pun ada juga kabar buruk yang saya sampaikan kepenonton tentang Negara, system, stigma, dan konstruksi yang telah tertanam dan telah mapan dipikiran masyarakat dan Negara kita hari ini. 

Sampai di sini dulu, episode baru telah di mulai, dan jika teman-teman penasaran dengan hal-hal yang saya tulis terkait gendre tulisan komedi, teman-teman bisa langsung datang aja di tempat di mana saya dan anak-anak komunitas open mic.

Terima kasih telah sudi membaca tulisan ini hingga usai, dan untuk teman-teman yang masih takut menulis, mulailah. Saya tidak dipenjara hanya karena menulis tulisan konyol ini.

“dalam hal berkarya menulis adalah tentang memulai. teori penting, tapi yang lebih penting adalah mulai menulis”.

~Raim Laode

Penulis,

Farid Mamonto

Artikel ini telah dibaca 1 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Kempo Mania Club: “Pergi Biaya Sendiri, Pulang Panen Medali”

6 Januari 2025 - 14:55 WITA

Kempo Bolmut Gelar Ujian Kenaikan Tingkat (UKT) Kyukenshi Tingkatan Kyu VI Sabuk Putih

13 November 2024 - 13:59 WITA

Disabilitas: Pergulatan Tubuh Minoritas

6 Desember 2023 - 00:13 WITA

Saudagar dari Boeko, ‘Ajoeba Saidi’

15 November 2023 - 07:14 WITA

Demokrasi Radikal, dan Komedi Tunggal

11 Juni 2023 - 16:59 WITA

Idealisme Politik

2 Mei 2023 - 17:18 WITA

Trending di Esai