Yesi Talibo. Gambar dari album penulis. |
Sosok pemikir dan pendobrak emansipasi yang dengan surat-suratnya menyuarakan ketidakadilan. Seorang yang dengan pemikirannya yang lugas, yang lahir dari keresahan atas budaya turun temurun, budaya patriarki yang selalu mengsubordinatkan perempuan. Yah, dialah Raden Ajeng Kartini.
Seorang pertama yang menyuarakan soal kesetaraan gender, hubungan kemanusiaan dan kesamaan kelas sosial yang ada di tanah Jawa abad ke 19. Yang dimana perempuan dengan lazimnya hanya menjalankan kehidupan sebagai isteri, ibu dan dianggap tidak mampu dan tidak pantas melakoni apa yang dilakoni oleh laki-laki.
Kenyataannya, perempuan bisa mengambil peran sebagaimana laki-laki semestinya. Mulai dari pendidikan, kedudukan dan kebebasan lainnya. Perempuan juga bisa menetukan pilihan hidup.
Perempuan bisa memimpin dan dipimpin. Perempuan berhak atas apa yang dilakukan. Selama itu baik, perempuan harus dan bisa. Itulah kita perempuan, itulah kita kartini. Bagi Kartini, pendidikan selalu menjadi konsep dasar atas terbentuknya cita-cita. Bukan hanya cita-cita pribadi perempuan, tapi cita-cita bangsa itu sendiri.
Dari situlah peradaban baru lahir dan mengalir. Bagi Kartini, pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan dalam membuka pintu keluar dari keterpurukan, keterbatasan, ketidakadilan dan jenis diskriminasi lainnya.
Sebagaimana sejarah Indonesia menunjukan bahwa perempuan ialah jenis kelamin yang berada pada strata kedua dalam peran sosial yang terdomestikasi, yang hanya berputar pada: dapur, sumur, dan kasur. Dari keresahan itulah Kartini hadir dan melawan stigma masyarakat sekaligus jajahan terhadap kerasnya adat istiadat leluhurnya dan memajukan pemikiran perempuan khususnya masyarakat pribumi.
Berbicara soal kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, Kartini merupakan pelopor gerakan emansipasi perempuan Indonesia. Meskipun begitu, tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak hambatan-hambatan ketika berbicara soal kesetaraan, diskriminasi, pelecehan seksual di Indonesia. Entah itu laki-laki, ataupun perempuan, ketimpangan-ketimpangan masih kerap terjadi sampai sekarang.
Selain memberikan hak yang sama antara laki-laki dan perempuan, harus ada kesadaran diri dari perempuan terkait dengan realitas di sekelilingnya, entah itu lewat pendidikan atau berorganisasi agar terbentuknya kesadaran akan hak untuk berkedudukan setara dengan laki-laki.
Dalam konteks emansipasi perempuan, kesetaraan bukan hanya soal menjadi pemimpin, bukan soal seberapa hebat dalam jabatan dan memerintah. Tapi, peran dan fungsi perempuan merupakan tugas yang agung dalam kehidupan sehari-harinya.
Karena sejauh manapun, perempuan tidak akan jauh dari kodratnya sebagai Ibu. Citra diri yang penuh kasih dan sayang, dan menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya yang merupakan generasi penerus bagi bangsa itu sendiri. Sejatinya, perempuan tidak hanya membangun diri dalam rana domestik atau dalam ruang rumpun keluarga.
Tetapi, juga perempuan berhak menjadi bagian dalam membangun kesadaran sosial masyarakat dan Negara. Oleh karena itu, dengan kehausannya, perempuan harus diberi peluang yang seluas-luasnya, dalam keterlibatan peran-peran perempuan dalam mewujudkan pemajuan masyarakat yang adil dan berdaulat. Dalam mengaktualisasikan diri, Kartini harus jadi cerminan dalam diri perempuan.
Perempuan Indonesia, dapat memiliki pendidikan yang baik dan bahkan tinggi, sekaligus mereka dapat bekerja sesuai dengan keahlian mereka. Mereka dapat melakukan kegiatan yang memberi arti pada sesama perempuan. Dan perempuan, berhak memilih peran dalam berbagai aspek kehidupan. Walaupun, tetap harus kita akui, sebagian perempuan dalam kesempatan ini, masih memiliki batas tertentu dan belum menjangkau seluruh perempuan yang ada di Indonesia.
Sejauh ini, apakah fakta sudah menyatakan serta menunjukan bahwa perempuan di Indonesia sudah mendapatkan posisi yang sebenar-benarnya? Bukan tidak, tapi belum. Selain masih banyak yang belum sepaham dengan kesetaraan gender, lemahnya pengetahuan menjadi hambatan terhadap prosesnya kemajuan dalam pentingya peran-peran perempuan dalam kemajuan bangsa.
Oleh:
Tresya Listy Talibo
Pengurus Rayon Ushuluddin, Biro Pengembangan Ilmu Pengetahuan