Sumber ilustrasi: Popbela.com |
“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang batil).” (QS. Al-Baqarah,185)
Nuzulul Qur’an diperingati setiap
bulan Ramadhan—bertepatan, pada malam Lailatul Qadar. Bagi umat Islam peristiwa
Nuzulul Qur’an merupakan suatu kejadian yang memiliki nilai spiritual yang
agung, di mana Al-Qur’an diturunkan saat malam Lailatul Qadar, yang kemudian
dikenal sebagai “malam yang nilainya lebih mulia dari seribu bulan”. Oleh
karenanya, semestinya aktualisasi nilai-nilai Nuzulul Qur’an disongsong dengan
kesiapan spiritual yang baik, sehingga transformasi nilai yang terdapat di dalamnya
dapat diambil hikmahnya, utamanya dalam rangka peningkatan moral dan akhlak
umat.
Al-Qur’an merupakan landasan
moral, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, berbangsa dan bernegara. Dengan
berpegang teguh pada Al-Qur’an, maka hidup kita akan terbimbing sesuai dengan
koridor hukum yang berlaku. Dalam
Al-Qur’an terkandung petunjuk yang mencakup semua bidang kehidupan, seperti
politik, agama, dan budaya. Karena itu sangat penting mempelajari dan mendekatkan
diri dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an bukan cuma untuk dibaca, tapi direnungkan
ayat-ayatnya.
Turunnya Al-Quran pada tanggal 17
Ramadhan dan pengkaitannya dengan turunnya surat pertama kepada Nabi Muhammad
Saw. saat melakukan khalwat di gua
Hira, masih diperdebatkan oleh para ulama. Surat pertama tersebut kemudian
dinamakan surat Al-‘Alaq, berjumlah lima ayat. Namun satu yang pasti, pada
tanggal 17 Ramadhan telah terjadi perang Badar. Perang tersebut merupakan
perang yang pertama kali terjadi dalam sejarah awal perkembangan agama Islam.
Oleh karena itu, perang tersebut begitu berarti dan sangat menentukan, karena
menyangkut kelangsungan agama Islam di kemudian hari.
Namun demikian, ada baiknya di
sini disinggung arti kata nuzûl al-Qur’ân
untuk memberikan pengertian yang memadai berkaitan dengan peristiwa atau
kejadian tersebut. Dalam Al-Quran terdapat tiga kata yang menjelaskan turunnya
Al-Quran—ketiganya merupakan derivasi atau kata turunan dari akar kata yang
sama, yakni na-za-la. Ketiga kata
tersebut adalah inzâl, dari akar kata
anzala, nuzûl dari akar kata nazala, dan tanzîl dari akar
kata nazzala.
Al-Quran diturunkan pada
malam-malam ganjil dalam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Malam-malam
tersebut dinamakan laylat al-qadr
atau malam kepastian. Proses turunnya Al-Quran disebut inzâl, yakni diturunkannya Al-Quran ke lawh al-mahfûzh dalam wujud prototipe kitab
suci—proses yang serupa juga dialami oleh kitab-kitab suci lain sebelumnya.
Selanjutnya, Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw., prosesnya disebut nuzûl—membutuhkan waktu 23 tahun.
Semantara itu, kata tanzîl mengandung pengertian proses
pembumian Al-Quran ke dalam realitas kehidupan. Di sini, fungsi dan peran
Al-Quran adalah merespons, menjawab, dan memberikan berbagai solusi atau
pemecahan atas berbagai persoalan sosial yang dihadapi oleh umat Islam. Contohnya,
ada seseorang yang bertanya kepada Nabi Muhammad Saw. tentang bulan sabit, al-ahillah, seperti dalam ayat Al-Quran
disebutkan, Mereka bertanya kepadamu
tentang bulan-bulan baru. Katakanlah, “Itu hanya tanda-tanda
waktu untuk manusia dan untuk musim haji…,” (Q.S. 2: 189).
Pembumian Al-Qur’an perlu
untuk memanusiakan manusia. Kehadiran
Islam melalui kandungan normativitas Al-Qur’an, dimaksudkan untuk mengubah
masyarakat (nas) dari apa yang diistilahkan sebagai ‘kegelapan’ (dzulumat)
kepada ‘cahaya’ (nur). Dan sesungguhnya inilah inti dari Al-Qur’an yang
mengandung pesan-pesan moral-sosial bagi umat manusia. Ini relevan dengan salah
satu sabda Rasulullah yang mengatakan bahwa beliau diutus oleh Allah sebagai
penyempurna moralitas manusia.
Misi Al-Qur’an itu sendiri, yakni
transformasi sosial melalui jalan pembebasan untuk menciptakan moral-sosial
yang berkeadilan, berkeadaban, maju, progresif, dan inklusif. Tuhan tidak berbicara pada suatu ruang hampa
dan tidak mengirim pesan yang dibentuk di dalam kehampaan. Karena itu, peringatan
Nuzulul Qur’an bagi umat Islam memberikan pesan perlunya transformasi dalam
seluruh segmen kehidupan berbangsa dan bernegara, dari tingkat paling bawah
hingga tingkat paling atas. Transformasi sosial ini harus dimulai dari
perubahan individual yang kemudian diikuti dengan perubahan institusional.
Akan tetapi, transformasi tidak
akan terwujud tanpa dilandasi dengan apa yang disebut oleh Al-Qur’an di dalam
wahyu pertama dengan ‘Iqra’, yakni membaca.
Ayat pertama surat Al-‘Alaq memerintahkan kepada semua umat manusia untuk
mempelajari fenomena-fenomena ciptaan Allah, semua ilmu-ilmu Allah, baik yang
tertulis di dalam teks-teks Kitab Suci, maupun yang tersebar di jagad raya. Dengan kata lain, basis utama
sebuah transformasi sosial adalah pemuliaan terhadap ilmu pengetahuan.
Pengetahuan membuka pikiran
manusia dari tidak tahu menjadi tahu. Pengetahuan menjadi cahaya yang
menyingkap kegelapan itu. Al-Qur’an telah memberikan semacam ‘road map’ atau
peta jalan bagi sebuah transformasi sosial berbasis ilmu pengetahuan.
Transformasi itu sendiri, di dalam dirinya, terkandung semangat pada ilmu
pengetahuan. Peringatan Nuzulul Qur’an dengan demikian kembali menggugah kita
untuk memuliakan ilmu pengetahuan demi terciptanya transformasi sosial, membawa
bangsa dan negara ini ke arah yang lebih baik.
Al-Qur’an mengandung
isyarat-isyarat tentang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta ayat-ayat
alam (kauniyah) yang dapat dijadikan motivasi dan inspirasi dalam berbagai
rekayasa, baik sosial, teknik maupun genetika. Al-Qur’an tidak hanya mengandung
pokok-pokok ajaran agama yang meliputi akidah, syariah dan akhlak, yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan dengan sesama manusia dan
lingkungannya, tetapi juga isyarat-isyarat tentang iptek.
Al-Qur’an tidak hanya
mengandung pokok-pokok ajaran agama. Al-Qur’an juga membawa misi perubahan yang
memungkinkan masyarakat mewujudkan peradaban baru berkat kemampuannya
mengembangkan iptek dan pengamalan hukum-hukum Ilahi, baik yang termaktub dalam
kitab suci maupun yang terbentang di alam raya. Banyak sekali iptek yang telah
ditemukan dan memberi manfaat besar bagi dunia berkat adanya informasi dalam
Al-Quran. Namun demikian masih terdapat lebih banyak lagi informasi
kemukjizatan yang masih menjadi misteri yang menunggu kesanggupan manusia untuk
membuktikan kebenarannya.
Dengan menjadikan
peringatan Nuzulul Qur’an sebagai momentum untuk memperbaiki interaksi dengan
Al-Qur’an, meningkatkan kualitas interaksi dengan kitab suci, bukan hanya
sekedar membacanya pada tingkat aspek ibadah. Tetapi juga pada perenungan atau
penggalian hikmah dan isyarat-isyarat Al-Qur’an. Dengan cara itu kita dapat
menerjemahkan nilai-nilai universalitas Al-Qur’an yang diyakini sebagai
pandangan hidup dan petunjuk bagi kehidupan manusia sehingga dapat menjadi
petunjuk bagi arah perjalanan bangsa ini. []
Penulis,
Andri Ardiansyah,
Pengajar di Universitas Ibnu Khaldun, Bogor.