Foto: pilihan |
“Udara mana kini yang kau hirup? Hujan di mana kini yang kau peluk? Di mana pun kau kini, uh-uuh, Rindu tentangmu tak pernah pergi, Rindu tentangmu tak pernah pergi” Lirik lagu kota-Dera berdering. Sore itu gerimis, hujan pelan-pelan jatuh di tanah Huntuk. Langit berkabut hitam, dalam perjalanan pulang dari kebun, saya memilih menepi disalah satu rumah warga, di Desa Huntuk. Huntuk adalah satu dari sekian banyak Desa di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Tepatnya di Kecamatan Bintauna.
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, sering disingkat Bolmong Utara (Bolmut) menjadi daerah otonom hasil pemekaran dari kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) Provinsi Sulawesi Utara. Keputusan penetapannya sebagai daerah otonom dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dalam sidang Paripurna tanggal 8 Desember 2006.
Kemudian UU pembentukannya disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 2 Januari 2007 yang untuk kabupaten Bolmong Utara ditetapkan menjadi undang-undang Nomor 10 Tahun 2007. Dan disetiap tanggal 23 Mei diperingati sebagai hari lahir Bolaang Mongondow Utara.
Kita bisa membaca kembali catatatan sejarah pembentukan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara ini di kantor perpustakaan dan arsip daerah, dalam buku Sejarah Pembentukan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Makagansa: 2008).
Sebelum dimekarkan menjadi Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow adalah kabupaten/daerah induk, dengan wilayah terluas di Sulawesi Utara. Lalu Selanjutnya melahirkan dua daerah otonom (Kabupaten dan Kota).
Banyak diceritakan, konon, asal musal pembicaraan niat pemekaran daerah ini sudah sejak lama, bertahun-tahun, bahkan sebelum penetapan UU No. 10/2007 pada tanggal 2 Januari 2007. Bolaang Mongondow Utara bukan hanya tentang 14 (empat belas) tahun usia yang dilampauinya untuk menjadi satu daerah otonom. Huntuk adalah sekeping kenyataan: cerita dan kisah inspiratif dibalik pemekaran Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Terletak paling dalam, jauh dari Jalan trans sulawesi. Untuk bisa masuk ke Desa Huntuk kita akan melewati jalanan bebatuan, berlubang, dengan waktu tempuh kurang lebih 20-25 menit. Ada dua rute jalan yang menghubungkan Huntuk dengan masyarakat Bintauna umumnya. Bisa lewat jalur Lamongo (sebutan untuk lokasi lahan pertanian) di Desa Mome, atau akses jalan yang menghubungkan Huntuk dengan Desa Pimpi. Kedua akses jalan tersebutlah yang sering digunakan masyarakat. Walau kondisi jalan yang sudah tidak layak itu, Huntuk selalu tempat di mana pertanian dan kehidupan tumbuh dengan beragam realitas.
Di Huntuk, kita akan mudah menjumpai orang-orang yang dengan pakaian lusuh bercorak warna tanah liat berlalu lalang, kendaraan motor roda dua yang telah di modifikasi dan mobil pick up datang lalu pulang untuk megangkut hasil pertanian: paling banyak adalah padi dan jagung.
Bagi banyak hikayat dan cerita masyarakat, Huntuk adalah sebuah muasal sejarah manusia pertama berpijak di Bolaang Mongodow Utara. Sejauh mata memandang, sepanjang jalan yang akan kita lewati, kiri kanan membentang sawah dan gunug hijau seakan membentuk primadani yang sangat indah.
Ketika tiba di Huntuk, orang-orang akan mengingat pertanian sebagai ikon dan identitas Bolaang Mongondow Utara, gerakan membumikan pertanian ini sudah dijalankan sejak Bolaang Mongondow Utara berdiri. Misalnya, kita melihat bagaimana padi, jagung dan banyak pohon kelapa dibumikan menjadi satu gerakan sosial. Menjadikan pertanian sebagai penopang ekonomi di Bolaang Mongondow Utara.
Demikian Huntuk seutuhnya adalah semangat dan keberanian yang telah mengakar bagi Bintauna, bagi Bolaang Mongondow Utara. Huntuk bagi masyarakat Bintauna dilihat bukan hanya sebagai kampung di antara kota-kota besar yang berkembang dengan modernitas, Huntuk adalah permulaan dan simbolisasi masyarakat Bintauna yang kental dengan adat dan budaya, masyarakat yang tunduk pada kaidah-kaidah tradisional. Menanam dan memanen hasil pertanian dengan konsep gotong royong, kita mengenalnya sebagai Motiayo.
Saya membaca presentasi Bolmut Dalam Angka tahun 2020, Kelapa merupakan salah satu tanaman perkebunan unggulan. Produksi kelapa tahun 2020 mencapai 13.081,32 ton dan luas lahanya mencapai 15.580,03 Hektar.
Ketika membaca Bolmut Dalam Angka, yang dirilis Badan Pusat Statistik Bolmut itu, presentasi pertanian yang dimaksud tidak menjadi representasi dari berbagai aspek, seharusnya tidak hanya perkebunan pohon kelapa. Pohon kelapa hanya merupakan pertanian tahunan yang lambat laun menurun keberadaanya, disesuaikan dengan pasar yang kian hari semakin tidak pasti, harga kopra yang naik dan turun.
Ada pertanian padi yang sampai saat ini menjadi nilai tertinggi dalam pemerataan pertanian kita. Bahkan dalam usianya yang tidak lagi dini, 14 (empat belas) tahun, Bolaang Mongondow Utara masih sangat ideal dikategorikan sebagai kabupaten padi. Belum lagi jagung, salah satu tanaman penghasil karbohidrat terbaik di dunia selain padi. Selain kebutuhan sebagai makanan pokok, kebutuhan jagung juga banyak digunakan sebagai pangan ternak, minyak, dan kebutuhan lainnya.
Di antara topik-topik pertanian di Bolaang Mongondow Utara, saya selalu terkesima dengan kondisi pertanian kita. Di banyak desa di Bolaang Mongondow Utara, lahan-lahan kosong nampak hijau berjejer rapih. Kita bisa melihat Huntuk, sebagai representasi sumber daya pertanian yang melimpah ruah itu. Selama ini sejarah kita memang berisikan kisah-kisah tentang manusia yang melakukan penaklukan, dan para petani adalah manusia-manusia besar yang terlahir dari sejarah itu. Mereka yang hidup melampaui faktor geografi, lingkungan, hingga kebudayaan tertentu.
Pertanian bagi Bolang Mongondow Utara sangat erat kaitannya dengan hajat orang banyak, perputaran roda ekonomi kita sangat tergantung dengan hasil pertanian. Selain menjadi sumber pangan, tidak kurang dari hasil pertanian inilah banyak masyarakat yang menyekolahkan anaknya. Bahkan hingga ke perguruan tinggi dengan gelar ke-serjanaan hingga Doktoral. Sudah turun temurun, bagi Bolaang Mongondow Utara, bagi Huntuk pertanian adalah urat nadi tumbuhnya masyarakat. Membawa harapan, mentukan masa depan.
Menyadari pertanian sebagai tumpuan hidup bagi mayoritas masyarakat Bolaang Mongondow Utara yang tinggal di pedesaan, seharusnya pertanian menjadi faktor pembangnan utama yang harus di dorong pemerintah kita. Akses jalan-jalan pertanian mesti diperbaiki, bantuan bibit dan benih pertanian harus tepat sasaran. Ditengah kemirisan bangsa kita tentang lahan pertanian semakin menyempit, patutnya kita bersyukur, di Bolaang Mongondow Utara kita masih bisa menikmati sawah serta lahan pertanian lainnya yang sangat luas.
Atau, jika pemerintah kita serius dan teliti mengatasi persoalan keterbelakangan pertanian kita, Bolaang Mongodow Utara Kabupaten Padi mungkin bisa meyuplai kebutuhan pangan Nasional. Lewat kebijakan pertanian yang sungguh-sungguh, pemerintah kita akan mendidik masyarakat Bolaang Mongondow Utara untuk percaya pada kemampuan sendiri. Sehingga bisa memenuhi pangan sendiri tanpa harus membeli.
Negeri kita agraris adalah slogan yang ditanamkan sejak dahulu, bahkan tongkat dan kayu bisa menjadi tanaman. Tanah yang subur, justru mengantarkan sumber pertanian kepada kesejahteraan. Kata Bung Karno, “pertanian adalah soal maju mundurnya satu bangsa.”
23 Mei, kita sedang merayakan kegenapan tahun Bolaang Mongondow Utara. 14 (empat belas) tahun, bukanlah usia yang baru. Satu-satunya harapan adalah kembali menjadikan Bolaang Mongondow Utara menjadi kekuatan utama pertanian kita. Peran dan kebijakan pemerintah harus benar-benar berpihak pada sektor pertanian.
Penulis,
Mohamad Rifki Tegila
Mahasiswa Pascasarjana UNIMA Tondano