Megedepankan Dialog dan Musyawarah

4 min read


Musyawarah adalah salah satu ajaran
penting dalam Islam. Setidaknya ada tiga ayat dalam al-Qur’an yang secara tegas
memerintahkan kita untuk bermusyawarah dalam menghadapi segala masalah, khususnya
yang terkait dengan orang lain. Ketiga ayat tersebut adalah:


“Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”
(QS Ali Imron, 159)


Dan
(bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan
mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.
(QS Asy-Syura [42], 38)


Tempatkanlah
mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan
janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika
mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah
kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan
(anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu
menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
(QS At-Thalaq [65], 36)


Islam memang datang untuk menghentikan
tradisi kekerasan dalam menyelesaikan konflik dan diganti dengan cara-cara
perdamaian melalui dialog dan musyawarah. Apalagi, Islam berasal dari kata
s-l-m
(kata kerja infinitifnya; aslama-yuslimu-islaman) yang
berarti
tunduk’, ‘menyerah’,
dan
memenuhi atau
melakukan’. Dalam konteks
kalimat, ia bisa juga berarti
al-silm  dan al-salam yang berarti ‘kedamaian’ dan perdamaian.


Asghar Ali Engineer, pemikir muslim asal
India, lebih senang menafsirkan kata Islam dengan “perdamaian” (
al-silm)
dengan merujuk kepada misi perdamaian dan kedamaian yang intrinsik dalam wahyu.
Mengutip Ahmad Amin, Asghar menganggap makna kedamaian dalam Islam sesuai
dengan petunjuk al-Quran dan konteks zaman Nabi.


Sebagaimana dalam al-Quran ditunjukkan
ada beberapa ayat, antara lain: “
Dan hamba-hamba Tuhan Yang Penyayang itu
(ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila
‘orang-orang keras hati’ (Jahiliyah) menyapa mereka, mereka mengucapkan
kata-kata yang damai (
qalu salama) (QS. Al-Furqan:
63).
 


Secara kontekstual, kata kedamaian
menunjukkan bahwa kedatangan Islam sebagai rahmat dan pengikat bagi kebiasaan
orang Arab yang suka berperang dan bermusuhan berdasarkan emosi kesukuan.
Orang-orang Arab masa itu terkenal sangat keras, arogan, dan frontal.


Sistem sosial bangsa Arab pada masa
pra-Islam berjalan berdasarkan sistem kesukuan. Identitas seseorang berakar
pada afiliasinya dengan klan dan suku tertentu. Klan merupakan struktur sosial
yang dibangun oleh sejumlah keluarga besar dan suku merupakan asosiasi dari
beberapa klan.


Sistem kesukuan menggambarkan kerasnya
kehidupan orang-orang Arab. Peperangan dan kekerasan menjadi suatu keseharian yang
integral dalam kehidupan mereka. Tidak ada satu alasanpun untuk menolak adanya
kekerasan dalam kehidupan mereka. Peperangan setiap saat bisa terjadi guna
memperluas pengaruh suku masing-masing dengan menjadikan suku-suku lain sebagai
“wilayah jajahan”. Mereka melakukan genjatan senjata pada bulan-bulan tertentu
yang disepakati. Singkatnya, tiada hari tanpa perjuangan mempertahankan diri
dengan segala upaya. Hukum saling menguasai dan balas dendam menjadi suatu hal
yang lazim dalam pandangan hidup bangsa Arab.


Tradisi perang dan kekerasan inilah yang
kemudian berusaha diminimalisir oleh Islam dan kemudian digantikan dengan
cara-cara perdamaian melalui dialog dan musyawarah.


Teladan
Nabi


Ada
dua peristiwa penting yang dialami Nabi Muhammad
  – satu peristiwa sebelum menjadi Nabi dan
satu lagi setelahnya – yang menunjukkan dasar-dasar pentingnya dialog dan
musyawarah: yakni pembangunan kembali Mekkah tahun 605 M dan penaklukan kembali
Mekkah pada tahun 630 M.


Ketika pada tahun 605 masyarakat Mekkah
berjuang untuk membangun Ka’bah muncul konflik di kalangan beberapa suku
mengenai siapa yang berhak untuk meletakkan “batu hitam” di atas
Ka’bah. Konflik bermula ketika masing-masing klan saling berkeinginan untuk
memperoleh kehormatan sebagai pengangkat batu tersebut dan meletakkannya di
tempatnya. Setelah hampir lima hari terjadi perang urat syarat, muncul usulan
dari orang tersepuh yang hadir agar mengikuti saran orang yang kemudian
memasuki Ka’bah melalui pintu “Bab al-Shafa”. Kebetulan yang beruntung
melewati pintu tersebut adalah Nabi Muhammad.


Nabi Muhammad yang dipercaya atas tugas
menyelesaikan konflik tersebut meminta agar didatangkan jubah dan meletakkan
batu hitam di atas jubah yang telah dibentangkan di atas tanah. Beliau kemudian
meminta masing-masing klan untuk memegang pinggir jubah, kemudian mengangkatnya
secara bersama-sama dan
  Nabi Muhammad
mengambil batu tersebut untuk diletakkan di tempatnya. Maka dimulailah kembali
pembangunan Ka’bah tersebut.


Peristiwa tersebut menunjukkan betapa
Nabi sangat mengedepankan kebersamaan ketimbang kepentingan pribadi. Dengan
kesepakatan yang telah dicapai sebelumnya, Nabi bisa saja mengangkat batu
tersebut dan melekakkan di Ka’bah. Namun, demi menjaga kebersamaan diantara
suku-suku di Mekkah, Nabi mengajak para pemimpin suku untuk bersama-sama
mengangkat baru suci tersebut.


Peristiwa kedua terjadi tahun 622 ketika
Nabi bersama pasukannya berupaya kembali ke Mekkah setelah hijrah selama
delapan tahun di kota Madinah. Orang-orang Mekkah yang merasa berbuat salah
dengan mengusir Muhammad ke Madinah takut akan kemungkinan balas dendam yang
mungkin menimpa mereka. Ketika memasuki Mekkah, Nabi Muhammad berpidato:
“Apa yang akan kalian katakan dan apa yang kalian pikirkan?” Mereka
menjawab, “Kami berkata dan berpikir baik: Saudara yang terhormat dan
murah hati, Andalah yang memberi perintah.” Kemudian Nabi pun mengatakan
kepada mereka, “Sesungguhnya aku berkata seperti yang diucapkan saudarakan
Yusuf: Pada hari ini tidak ada celaan yang ditimpakan atas kalian: Tuhan akan
mengampuni kalian, dan Dialah Maha Penyayang di antara para penyayang.”


Apa yang dilakukan Nabi Muhammad baik
sebelum maupun setelah menjadi Nabi ini merupakan contoh bagaimana konflik
sesungguhnya bisa diatasi dengan cara damai, tanpa dengan kekerasan. Alih-alih
mendorong kepada klan tertentu untuk meletekkan batu tersebut, Nabi memberikan
kesempatan yang sama kepada mereka guna menghindari kemungkinan terjadinya
konflik yang lebih tajam. Nabi juga tidak melakukan balas dendam, tetapi justru
memberikan maaf kepada orang-orang Mekkah yang pernah melakukan kesalahan pada
beliau.


Dari tindakan Nabi ini ada beberapa
nilai inti yang bisa diidentifikasi untuk terciptanya dialog, musyawarah dan perdamaian.
Pertama, kesabaran karena Muhammad mau mendengar terlebih dulu mengenai problem
yang sesungguhnya. Kedua, menghargai mertabat kemanusiaan dengan memberikan
kesempatan yang sama kepada pihak-pihak yang terlibat konflik. Ketiga,
kehormatan tidak harus diperoleh dengan mengorbankan kehormatan pihak lain,
tetapi bisa dengan cara membaginya secara setara. Keempat, berbagi bersama ini
didasarkan atas partisipasi yang sama di antara semua pihak yang terlibat
konflik. Kelima, perlu sikap kreatif untuk mencari media yang bisa
menyelesaikan konflik. Keenam, memberikan maaf kepada pihak yang memang
seharusnya diberi maaf.


Mendamaikan
Konflik


Dialog, musyawarah dan perdamaian
dibutuhkan karena kehidupan ini penuh dengan perbedaan. Setiap orang memiliki
keinginan dan kepentingan mungkin berbeda dengan orang lain. Jika kepentingan
tersebut bertabrakan dengan kepentingan orang lain, maka yang akan terjadi
adalah konflik. Jalan terbaik untuk mengatasi konflik adalah dengan cara dialog
dan musyawarah, sebagaimana diperintahkan oleh Allah Swt.


Sesungguhnya
orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.
(QS Al-Hujurat [48]. 10)


Bahkan, dalam ayat sebelumnya, Allah
mengancam orang yang tidak mau berdamai dan malah berkhianat, agar diperangi.


Dan
jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara
keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap
golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga
golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali
(kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan
berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
(QS Al-Hujurat [48]. 9)


Perintah untuk menyelesaikan konflik
dengan cara damai diulang dalam banyak ayat lainnya, yakni Al-Baqarah, 182; An-Nisa,
128; Al-Anfal 61). Pengulangan ini tentu saja menunjukkan bahwa penyelesaian
masalah dengan cara damai melalui dialog dan musyawarah adalah pilihan yang
sangat dianjurkan dalam Islam.


Sebagai jalan terbaik dalam
menyelesaikan konflik, tentu saja musyawarah membutuhkan prasyarat. Musyawarah
dapat membuahkan hasil yang baik jika masing-masing orang bermusyawarah saling
percaya satu sama lain dan menganggap orang lain sebagai setara. Syarat ini
penting karena musyawarah tidak akan berjalan dengan baik jika ada anggota
musyawarah
  yang merasa lebih tinggi dari
yang lain. Itulah sebabnya, dalam musyawarah, berlaku pepatah yang sudah sangat
populer: Lihatlah apa yang dibicarakan orang, dan jangan lihat siapa yang
berbicara.


Pepatah ini ingin menegaskan bahwa dalam
musyawarah, tidak terlalu penting dari siapa pendapat itu berasal.
  Yang jauh penting adalah apakah gagasan itu
membawa maslahat atau tidak bagi kepentingan orang banyak.



Penulis:

Ust. Hasibullah Satrawi, alumni
Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.


Tambang Emas Ilegal di Bintauna: Siapa Untung Siapa Buntung

  Abstrak Artikel ini membahas dampak dari kegiatan tambang emas ilegal di Bintauna, mengidentifikasi pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dan kerugian dari aktivitas tersebut. Metode...
terasinomasa
4 min read

Idealisme Politik

Idealisme dan politik adalah dua konsep yang terkait erat dalam filsafat. Idealisme adalah teori bahwa realitas, dasarnya adalah ide atau pikiran, sedangkan materi adalah...
admin
2 min read

Hari Pendidikan Nasional: Antara Cita-cita dan Realitas

Tanggal 2 Mei setiap tahunnya, Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan atas perjuangan para pelopor pendidikan di Indonesia. Tanggal 2 Mei...
admin
4 min read

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *