Ilustrasi Gunta (Terasinomasa.club/Ersyad Mamonto) |
Beragam fenomena budaya dan mitos yang
berkembang di tanah Bolang Itang pada dasarnya merupakan perwujudan nalar
manusia itu sendiri. Satu hal yang menarik adalah kenyataan bahwa nalar manusia
itu dapat ditelusuri melalui cerita rakyat, dongeng, atau mitos. Sedangkan
mitos yang berkembang di masyarakat Bolang Itang adalah ekspresi atau
perwujudan dari keinginan-keinginan yang tidak disadari, yang sedikit banyak
tidak konsisten, tidak sesuai, tidak klop dengan kenyataan sehari-hari.
Salah satu contoh cerita rakyat yang
sangat populer di kalangan masyarakat Bolang Itang adalah kisah seorang manusia
campuran yang suatu waktu bisa berubah menjadi manusia raksasa yang masyarakat
Bolang Itang menyebutnya Bay Gunda atau Ki Gunta.
Pada zaman dulu di tanah Bolang Itang
memiliki salah seorang wanita cantik yang bernama Puteri Hemango. Pada saat itu
setiap wanita yang masih gadis ada kebiasaan unik, yaitu menghias tempat
berteduh mereka saat mulai memanen padi, orang Bolang Itang menyebutnya
‘Tangga’ salah satu tempat berteduh untuk menghindari sengatan matahari secara
langsung. Rumah kecil tersebut terbuat dari daun seho atau daun dari pohon aren
yang kemudian ditumpuk-tumpuk dengan batang padi yang berbentuk menyerupai
huruf ‘A’ dan dihias dengan berbagai macam bunga sehingga membuat rumah kecil
tersebut nampak sangat cantik dilihat. Dan itu juga merupakan salah satu cara
wanita-wanita tersebut untuk menarik perhatian lelaki-lelaki yang mereka sukai
kala itu.
Di antara hiasan-hiasan bunga dari rumah
kecil itu, ada salah satu yang sangat menarik untuk dilihat, yaitu milik dari
Puteri Hemango tersebut. Dan ternyata dari kejauhan sudah ada yang dari tadi
meperhatikan rumah kecil milik Puteri Hemango itu, ia merupakam sesosok Jin
yang menyerupai seorang pemuda tampan nan gaga perwujudan dari mahluk mitologi
ditanah Bolang Itang yaitu Manggubi sesosok kera raksasa yang mampu merubah
wujud menjadi manusia.
Kemudian Manggubi yang menyerupai pemuda
tampan tersebut menghampiri rumah kecil milik Puteri Hemango. Saat Hemango
pertama kali melihat pemuda tersebut langsung jatuh cinta, begitu pun
sebaliknya.
Berjalannya waktu mereka saling mengenal
satu sama lain dan akhirnya menikah. Dari pernikahaan mereka lahirlah seorang
bayi laki-laki manusia campuran yang sekarang masyarakat Bolang Itang
mengenalnya dengan Bay Gunda/Ki Gunta. Nama Gunta diambil dari kebiasaan bayi
tersebut karena setiap kali lapar selalu mengucapkan kata ‘Mo gunda, mo gunda’ yang artinya ingin makan daging
mentah, karena darah Manggubi dari Ayahnya mengalir dalam tububnya.
Lama kelamaan bayi Ki Gunta tumbuh besar
seperti anak-anak pada umumnya. Namun bedanya, tubuhnya memiliki ukuran yang
cukup besar dari anak-anak lainya. Berjalannya waktu, Ki Gunta tumbuh dewasa
dengan sangat cepat dari dugaan ibunya. Saat ibunya meninggal dan ayahnya pergi
entah kemana Ki Gunta memilih mendiam diri disalah satu tempat yang namanya
tidak bisa disebutkan oleh masyarakat Bolang Itang.
***
Saat terjadi peristiwa pembantaian
masyarakat Bolaang Itang, Ki Gunta kembali menampakan diri untuk melakukan
perlawanan demi mencegah kekacauan yang diperbuat oleh Togi Huta. Ia terus
melawan, melawan dan melawan. Sebagai pahlawan dan juga manusia darah campuran, ia harus mengorbankan nyawa untuk masyarakat Bolang Itang tercinta. Itulah tanggung jawab yang ia putuskan secara sepihak, tanpa menerima bantuan
yang selalu ia dapatkan dari masyarakat maupun keluarganya. Gunda mengetahui
bahwa terdapat aksi pembantaian di tanah Bolang Itang, dia bergegas menuju
kesana dengan menjelma sesosok manusia raksasa yang besar.
“Sialan,
itu Gunda! Akan aku musnahkan keparat itu!” seru Togi Huta.
Gunda melangkah hingga membuat tanah
bergetar, dengan mata yang tajam ia melihat ke arah Togi Huta yang menodongkan
beranekaragam kekuatan kepadanya.
“Menyerahlah
kau mahluk perusak.” ucap Gunda dengan
dingin.
“Ayo kita adu
kekuatan, atau kamu takut?!” ucap Togi Huta dengan angkuhnya.
Gunda menghembuskan nafas kekecewaan,
dirinya mencabut sebatang pohon besar dan bergegas untuk menusuk dada Togi Huta
yang berada di depannya.
“Sial… dia
terlalu kuat….. dunia tidak adil!” ucap Togi Huta kesal.
Togi Huta adalah sosok pahlawan di tanah
Totabuan, tetapi tidak diakui masyarakat. Ia merasa bahwa dirinya
adalah pahlawan super nan kuat tak terkalahkan dan diimpikan, tetapi
kenyataannya dia dianggap sama dengan perusak oleh manusia normal pada umumnya.
“Pergi kau!
Enyahlah! Dasar Makhluk biadab!” kata Togi Huta menggertak.
Gunda tidak peduli dengan cacian, yang
terpenting adalah dia menyelamatkan jiwa. Tapi, efek samping dari kekuatannya
yang ia miliki, kekuatan ini lama-lama membuat dirinya tersiksa. Perlahan, jati
dirinya menghilang dan Gunda berubah menjadi mahluk pembunuh yang semakin
ditakuti warga.
Tapi, meski seperti itu dirinya tetap
berjuang dan berjuang. Ia terus membunuh, terus menghancurkan dan terus
melindungi tanpa pamrih. Apa itu pahlawan? Seorang yang rela berkorban demi
sertifikat? Seorang yang rela terluka demi ketenaran? Atau seorang yang rela
menghancurkan dirinya demi orang lain tanpa pamrih? Jelas, Gunda bukan
ketiganya.
Ia hanyalah seorang manusia darah
campuran yang memiliki idealis terlalu tinggi dan delusi yang mendarah
daging. Tiada satupun manusia yang menghinanya, semua mengapresiasi dirinya
namun efek samping dari kekuatannya membuat ia kehilangan nyawa.
Ya, seorang pahlawan yang berusaha untuk
melindungi manusia normal memutuskan untuk merengut nyawanya sendiri demi
melindungi manusia dari monster yang sesungguhnya.
Hingga kini, Gunta menjadi salah satu
ikon bagi kalangan masyarakat Bolang Itang. Dia disebut sebagai pahlawan super
tanah adat Binadow.
Penulis,
Herman Dunggio,
Relawan Teras Inomasa & Peserta di Kelas Menulis Sejarah dan Budaya Bintauna, angkatan ke-1