Kelahiran Muhammad: Kontroversi Antara Mazhab Tradisonalis dan Revisionis

4 min read

 

Sumber gambar Pinterest

Di samping cerita-cerita tentang mukjizat yang
menakjubkan, detail kronologi kehidupan Nabi yang disebutkan dalam kitab-kitab sirah
juga tidak terlepas dari masalah. Ada tiga momen penting dalam kronologi
kehidupan Nabi, yakni hari kelahiran, kenabian, dan wafatnya Nabi.


Abdul Al-Muttalib, pemimpin suku Quraisy saat itu
betanggung jawab terhadap Ka’bah, mengawinkan putranya Abdullah dengan Aminah
dari suku Yastrib (sekarang Madinah). Sejak hamil, Aminah menyadari bahwa anak
yang dikandungnya itu bukanlah janin bayi biasa.


Pada malam kelahiran Muhammad, seorang Rabbi
(pendeta Yahudi) berdiri diatas sebuah bukit di Yastrib dan berteriak: “Di
bawah bintang ini akan lahir Ahmad (nama lain bagi Muhammad, yang juga berarti
“paling terpuji”).” Namun, orang-orang di Yastrib tidak menggubrisnya.


Kita tau bahwa, Muhammad lahir dan diangkat
sebagai Nabi kemudian meninggal pada hari, tanggal dan bulan yang sama yakni,
Senin 12 rabi’ul awal. Kenapa hari, tanggal, dan bulan tersebut begitu penting
sehingga Nabi digambarkan mengalami momen-momen bersejarah?


Dalam kajian sejarah, bulan Rabiul Awal memang
dianggap sebagai bulan bersejarah, khususnya bagi agama Yahudi. Sebab di
kalangan umat Yahudi, Nabi Musa diyakini lahir bulan Rabiul Awal. Kata “Rabiul
Awal” berarti “musim semi awal” Nabi Musa diyakini lahir dan wafat pada bulan
yang sama, yakni Adar. Dalam kalender Islam bersamaan dengan Rabi’ul Awal. Adar
menandakan bulan tradisi dari musim dingin ke musim semi.


Sebagimana Islam, dalam tradisi Yahudi, hari
Senin dan Kamis ditetapkan sebagai hari berpuasa. Ada hadis yang menyebutkan,
bahwah sunnah puasa pada hari senin karena pada hari itu Muhammad lahir dan
diutus sebagai Nabi. Riwayat lain menyebutkan, disunnahkan puasa pada hari
Senin dan Kamis karena pada hari senin Nabi lahir, diutus jadi Rasul dan
meninggal, sementara pada hari Kamis amalan seseorang diangkat kelangit.


ada semacam kesulitan yang dihadapi sejarawan
modern ketika mengkaji dan menelusuri figure Nabi Muhammad Saw, hal ini karena
tidak adanya dokumentasi yang ditulis sezaman dengan hidup Nabi. Literatur
tentang biografi Nabi Muhammad yang ditulis oleh sarjana muslim awal
seperti, 
Sirah Nabawiyyah, karya Ibnu Ishaq (w. 767), dianggap masih
belum bisa memberikan informasi memadai dan terpercaya.


Secara umum literatur tradisional yang menelusuri
figur Nabi, menarasikan bahwa nabi lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal Tahun
Gajah, bertepatan dengan tahun 570 M dan meninggal pada tanggal 12 Rabiul Awal.
Nabi Muhammad menerima wahyu saat berusia 40 tahun. Beliau berdakwah di Mekkah
selama tiga belas tahun. Setelah itu, nabi hijrah ke Madinah. Di Madinah, nabi
berdakwah selama kurang lebih sepuluh tahun, dan berhasil mengislamkan sebagian
besar masyarakat Madinah, lalu beliau meninggal dunia tahun 632 saat berusia 63
tahun.


Narasi penyebutan “tahun gajah” ini dalam literatur tradisional
merujuk pada penyerangan yang dilakukan tentara Abrahah dari Etiopia ke Mekkah,
setelah membangun Katedral di San’a Yaman dan kalah populer dengan Ka’bah serta
patung-patung yang ada di sekitarnya. Maka, untuk mewujudkan ambisinya, Abrahah
menyerang Ka’bah yang dalam sejarahnya membawa pasukan yang menunggangi Gajah.

Di tengah perjalanan pasukan bergajah yang dipimpinnya, diserang
oleh burung-burung dan dilempari batu. Pada momen inilah Nabi Muhammad
dilahirkan, sehingga tahun kelahirannya disebut ‘am al-fil atau
tahun gajah. Sementara, turunnya surat al-Fil dinarasikan
sebagai bagian dari episode perjalanan kelahiran nabi, agar supaya sesuai
dengan peristiwa mukjizat dalam Al-qur’an.

Narasi lain dalam literatur tradisional adalah penetapan bulan
Rabiul Awal sebagai bulan kelahiran nabi, disinyalir sebagai bagian dari mukjizat
nabi, sebagaimana pemahaman konvensional di kalangan umat Islam dari dulu
hingga saat ini.

Diskursus penetapan tahun dan bulan kelahiran Nabi, tentu melahirkan
polemik di kalangan para sarjana resivionis. seperti, Jhon Wansbrough, Michael
Cook, Patricia Crone, dan Mun’im Sirry, sebagai tokoh kesarjanaan revisionis, mereka
melihat ada semacam kejanggalan dalam penetapan tahun dan bulan kelahiran Nabi
Muhammad Saw. Mun’im Sirry mengajak kita untuk mendiskusikan dua hal. Pertama,
benarkah tahun kelahiran Nabi sesuai fakta sejarah atau hanya sebagai bentuk
pengagungan atas nabi? Kedua, seberapa yakin kita kalau nabi
Muhammad lahir di tanggal dan meninggal pada 12 Rabiul Awal?

Walaupun al-qur’an tidak mengaitkan Surat Al-fil dengan kelahiran
Nabi, para penulis sirah merujuk pada peristiwa tersebut sebagai tahun
lahirnya Muhammad. Tapi, kapan tepatnya penyerangan tantara bergajah tersebut
terjadi? Jika mengikuti kronologi tradisional, peristiwa itu seharusnya terjadi
pada tahun 570 M, tahun kelahiran Nabi. Hal itu berdasarkan perhitungan bahwa
Nabi meninggal pada 632 M dalam usia 63 tahun.

Persoalannya ialah sumber-sumber dokumen yang ditulis pada abad
keenam tidak mengkonfirmasi penyerangan tantara bergajah ke Mekkah pada 570 M,
melainkan sekitar delapan belas tahun sebelumnnya, kemungkinan tahun 552.
bukti-bukti diluar literatur sirah, baik kronika Yunani yang ditulis
oleh Prokopis atau tulisan prasasti yang ditemukan di Sumur Muraighan, Yaman
(diperkirakan berasal dari akhir abad keenam), semuanya mengindikasikan bahwa
penyerangan tantara Abrahah terjadi pada 552 M.

Prokopis menggambarkan kekuasaan Abrahah terjadi pada 545 M. jika
kesaksian penulis Yunani itu di ragukan, karena jaraknya yang jauh dari lokasi
kejadian, prasasti yang di temukan di Yaman cukup kuat untuk dijadikan bukti
karena ditulis pada periode dan lokasi kejadian. Secara eksplisit disebutkan
bahwa peristiwa itu terjadi pada 662 (tahun Himyariyah). Apabila dikonversi ke
tahun masehi bertepatan dengan 552 M (lihat, Baston, 1954: 389-392).

Banyak studi terhadap sumber-sumber Arab pra-Islam cenderung
membenarkan bahwa penyerangan tantara Abrahah terjadi pada 550-an. Studi-studi
tersebut tidak dimaksudkan untuk mengkonfirmasi atau menolak kelahiran Nabi
pada Tahun Gajah, melainkan menganalisis catatan-catatan yang tersisa dari
tradisi Arab Selatan, terutama Yaman.

Pertanyaan yang tersisa adalah, kenapa para penulis sirah menetapkan
kelahiran Nabi pada Tahun Gajah? Barangkali jawabannya terletak pada kenyataan
bahwa biografi Nabi ditulis belakangan. Pada abad kedelapan Ketika
narasi-narasi sirah mulai di himpun, peristiwa yang mudah diingat dan
diabadikan dalam Al-qur’an adalah penyerangan tantara Abrahah.

Argumen ini mengingatkan hipotesis yang disebutkan para penulis sirah
memang berupaya mengaitkan berbagai fase kehidupan Nabi dengan teks-teks
al-qur’an. Hal itu merupakan rangkaian dari upaya mengaitkan kelahiran Nabi
dengan waktu-waktu yang dianggap memilik nilai kesucian, seperti hari Senin
atau bulan Rabi’ul Awal yang dalam tradisi Yahudi punya nilai keaagamaan.

Sebenarnya bukan hari, bulan atau tahun tertentu yang menjadikan
kelahiran Nabi bernilai agung. Justru sebaliknya, hari apa pun, tanggal apa
pun, dan tahun apa pun yang di dalamnya Nabi Muhammad dilahirkan akan menjadi
hari, bulan dan tahun yang agung. Namun demikian, para penulis sirah
merasa perlu mengaitkan kelahiran dengan peristiwa-peristiwa bersejarah
tertentu.

Dari standar apa pun, Tahun Gajah itu merupakan tahun bersejarah
yang tak akan pernah dilupakan dalam memori orang-orang Arab. Dalam konteks itu
kita bisa mengerti kenapa sebagian ulama Muslim awal mengaitkan kelahiran Nabi
dengan Tahun Gajah walaupun mereka ternyata berspekulasi kapan Tahun Gajah itu
sebenarnya terjadi.

Narasi-narasi yang mengitari figur-figur utama dalam kemunculan
suatu agama, seperti Buddha, Musa, Yesus, atau Muhammad, ditulis sebagai suatu
sejarah kesakralan (sacred history), bukan sejarah apa yang sesungguhnya
terjadi. Dalam sacred history, mitos dan fakta berbaur begitu bebas dan
tak ada ujung pangkalnya. Barangkali memang tidak ada agama tanpa mitos.

Pada dasarnya, apa yang
menjadi diskursus tentang penetapan tahun dan bulan kelahiran nabi bukan suatu
yang bisa disanksikan. Melainkan, hanya sebatas pencarian atas fakta historis
yang lebih sesuai dengan narasi faktual, di tengah menguatnya kajian historis Nabi
Muhammad di kalangan kesarjanaan revisionis di Barat.

Pendekatan revisionis
dalam kesarjanaan modern, harus dimaknai sebagai perspektif baru yang
non-konvensional dan non-ortodoks di dalam mempersoalkan kemunculan Islam awal.
Termasuk literatur yang menarasikan biografi Nabi Muhammad. Dengan cara
menjadikan sumber-sumber non-muslim yang ditulis sezaman dengan kehidupan Nabi.
Selain itu, pendekatan revisionis ini, bisa saja menjadi pendekatan alternatif
dalam kajian sejarah masuknya Islam ke Nusantara yang hingga saat ini belum ada
kata sepakat di kalangan sejawaran Indonesia.

Pada akhirnya,
sebagaimana dikatakan Mun’im Sirry, kapanpun tahun dan bulan lahirnya Nabi,
mari kita tetap gemakan salawat atas junjugan Nabi kita Muhammad Saw.
Peringatan maulid Nabi tak akan pernah berkurang khidmatnya sebagaimana saat
ini dan ke depan, walaupun tahun dan bulan kelahirannya masih dalam perdebatan
di kalangan kesarjanaan revisionis.

Penulis

Aldy Lompang  (Relawan TBM Teras Inomasa)

Tambang Emas Ilegal di Bintauna: Siapa Untung Siapa Buntung

  Abstrak Artikel ini membahas dampak dari kegiatan tambang emas ilegal di Bintauna, mengidentifikasi pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dan kerugian dari aktivitas tersebut. Metode...
terasinomasa
4 min read

Idealisme Politik

Idealisme dan politik adalah dua konsep yang terkait erat dalam filsafat. Idealisme adalah teori bahwa realitas, dasarnya adalah ide atau pikiran, sedangkan materi adalah...
admin
2 min read

Hari Pendidikan Nasional: Antara Cita-cita dan Realitas

Tanggal 2 Mei setiap tahunnya, Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan atas perjuangan para pelopor pendidikan di Indonesia. Tanggal 2 Mei...
admin
4 min read

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *