Dewasa ini, pembicaraan mengenai manusia dalam kalangan psikolog tidak terlepas dari beberapa faktor yang saling mempengaruhi (internal&eksternal). Manusia sebagai mahkluk yang istimewa terdiri dari bagian-bagian yang istimewa pula. Dari bagian-bagian itu, lahirlah kebutuhan-kebutuhan mendasar berupa: makan, minum, tidur, memperoleh pengetahuan, aktualisasi diri, dan lain-lain. Semua faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lain sehingga membentuk kesatuan yang utuh; tidak dapat di pisahkan (holisme). Kepribadian lahir dan berkembang sesuai dengan terpenuhi-tidaknya kebutuhan-kebutuhan tersebut.
Pada masa pertumbuhannya, manusia sudah dibenturkan dengan berbagai macam realitas yang bersifat sementara dan berulang-ulang. Dunia sebagai objek, di persepsikan dalam beragam kategori (subjek).
Dalam menjalani kehidupan, dari fese bayi hingga dewasa ini, realitas kehidupan sangat mempengaruhi cara pandang serta proses pembentukan kepribadian. Ketika pribadi yang kita kenal sebagai jati luhur yang baik berubah seketika, itulah yang dinamakan karakter. Untuk memahami karakter manusia, kita hanya perlu duduk bersama dalam waktu yang singkat, sementara untuk mengetahui kepribadian, kita harus menghabiskan waktu yang lama bahkan terbilang tahun. Itupun tidak dapat dipastikan secara real, sebab kepribadian sejatinya begitu sukar tuk dipahami. Maka tidak usah heran ketika kita melihat tingkah laku organisme yang sering berubah-ubah. Karakteristik hanyalah berupa bagian dari kepribadian, sedangkan kepribadian adalah suatu hal yang utuh/menyeluruh; tidak terdiri dari bagian-bagian tertentu (baca:psikologi kepribadian:Alwisol).
Beberapa sifat menjadi ciri umum kemanusiaan, sifat-sifat lainnya menjadi ciri unik individu.
Pembentukan karakteristik manusia tidak terlepas dari pengalaman (masa lalu) serta cara pandang mengenai masa yang akan datang. Pengalaman simbolik adalah pengalaman yang terpenting dalam pembentukan karakteristik sebab, ingatan selalu peka atas apa yang terjadi dengannya di masa lalu: terabaikan, terlantar, kurangnya kasih sayang, jatuh dari kursi, kebahagiaan, kesengsaraan dan semua hal yang begitu lekat dengan nurani.
Simbolik disini adalah pengalaman yang sudah diberikan simbol (tanda) sejak masih kecil karna mungkin begitu berharga/merugikan sehingga mudah untuk diingat. itulah titik awal/sebab manusia menjalani kehidupan dengan penuh kehati-hatian atau dengan bebas. Demikian pula dengan masa depan–kekacauan yang pernah terjadi di masa lalu akan dapat direduksi dengan cara bagaimana kita memandang masa depan. Sejak dilahirkan, manusia telah memiliki potensi-potensi mendasar (fitrah). Kebutuhan untuk berkembang adalah yang paling penting dalam proses aktualisasi diri (basic need). luka-luka di masa lalu hanyalah bagian kecil dari apa yang telah semesta berikan demi keberlangsungan kehidupan. Maka dari itu, besic need harus disertai keikhlasan dan terus belajar. Biasanya, orang yang mempunyai pandangan masa depan cemerlang, akan memperoleh kepribadian yang dapat diterima oleh semua kalangan.
Tidak hanya masa lalu dan masa depan yang dapat mempengaruhi individu ataupun kelompok. Pemaknaan keliru tentang sesuatu yang sedang terjadi ataupun yang akan terjadi juga dapat mempengaruhi tingkah laku manusia. Terkadang, kurangnnya pengalaman atas apa yang sedang terjadi dapat memicu rasa curiga dan ketakutan yang tidak terarah sehingga melahirkan asumsi-asumi yang sebenarnya tidak demikian adanya. Misalnya, individu yang sering berbenturan dengan banyak masalah akan dengan mudah memandang bahwa setiap masalah adalah bagian dari proses, sementara individu yang kurang sekali berhadapan dengan berbagai persoalan karna mungkin dia kurang berpartisipasi dalam kehidupan sosial akan memandang setiap masalah yang ia temui adalah sebuah bencana.
Pentingnya keseimbangan
Mengingat dan berfikir akan berbanding lurus apabila kebutuhan fisiologis sudah terpenuhi: Makan, minum, tidur dan lain-lain. Ketika itu tidak terpenuhi, maka kerja otak tidak lagi akan terfokus dengan nalar/akal, disebabkan otak hanya akan mengfokuskan diri pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia, tidak dengan hal-hal yang mengenai perkembangan manusia itu sendiri. Dalam ketidakcukupan kebutuhan fisiologis, kita sering melihat orang yang sedikit-sedikit marah, cuek, serta hal-hal lain yang membosankan. Tapi itu tidak berlaku bagi semua sebab, tiap-tiap pribadi memiliki potensi serta cara pandang yang berbeda sesuai dengan apa yang ia rasakan pada saat-saat tertentu. Seperti yang kita ketahui bersama, keseimbangan merupakan keadaan yang dimana—agar setiap dari kita dapat mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan atas apa yang telah kita lakukan.
Penulis:
Fauzan Olii
Mahasiswa Psikologi Islam di Fakultas Ushuluddin, IAIN Manado.
Editor:
Panji Datunsolang