![]() |
Makam Raja Salmon Datunsolang. Hasil jepretan usato Rian Laurestabo. |
Mengunjungi makam, membersihkan serta mendoakan para leluhur adalah salah satu kegiatan rutin yang dilakukan oleh Inomasa Studi Club (ISC). Hal ini sudah dituangkan dalam agenda kerja organisasi. Bagi kami, mengunjungi dan mendoakan mereka adalah suatu bentuk sikap “tahu diri”. Wujud rasa terima kasih atas segala upaya mereka karena telah membangun negeri, hanya bisa kami balas lewat do’a dan menjaga apa yang ditinggalkan.
Tahun ini, tepatnya pada Minggu, (13/12/20), kami mendampingi Tim Balai Arkeologi Sulawesi Utara. Guna untuk menelusuri jejak peradaban yang ada di Bintauna. Ersad Mamonto, saya, dan Talib Hasan dipercaya menjadi Guide beserta dengan 3 orang tetua lainnya.
Dengan menaiki perahu bermotor (read: Katinting), kami melaju menuju hulu. Hampir satu jam waktu terlewat untuk menuju titik nol (Raa Minanga). Banyak yang diobrolkan seputar Kerajaan Bintauna di atas perahu Katinting tersebut, salah satunya tentang silsilah Raja Morete’o.
Sesaat sampai di tempat tujuan, kami pun bergegas. Dua makam pembesar telah nampak dari kejauhan. Makam mereka (Morete’o dan Patilima), benar-benar tak terurus. Ilalang telah menutup hampir seluruh badan makam. Sesak rasanya.
Terasa agak gagap saat mendapat pertanyaan: Adakah selain ISC yang rutin tiap tahunnya datang ketempat ini?
Semasa hidup, mereka telah mengupayakan segala sesuatunya untuk anak cucu mereka kelak. Akan tetapi, tak ada yang tergerak meskipun hanya mencabuti ilalang yang bertengger di sekitar makam.
Gumam. Hanya itu yang kami lakukan setelah merenung atas kondisi makam.
“Seharusnya sebagai anak-cucu kami patut bersungkut beban, saat kepedulian itu datang dari luar”. Ucap salah seorang tetua adat.
Lepas dari kesal di atas, ada hal menarik. Ditemukannya pecahan keramik dan tembikar di sekitaran makam. Jumlahnya banyak. Tentunya, ini adalah hal yang menggembirakan. Pertanda bahwa ditempat itu, meski bangunan fisiknya sudah tak bisa ditemukan lagi, setidaknya temuan tembikar dan keramik ini menambah kuat bukti bahwa ditempat itu pernah ada peradaban manusia. Tidak hanya sebatas tutur.
Saya, Ibu Irna (Arkeolog), Talib Hasan, dan Kakek Imo (salah satu tetua adat Bintauna) berpencar untuk mengais gundukan tanah, guna mendapatkan benda tersebut. Sekantong penuh berhasil kami kumpulkan. Sedangkan yang lainnya fokus membersihkan dan mengambil sampel pada makam.
Di sela-sela pencarian, Ibu Irna menjelaskan bahwa ini adalah temuan penting. Ini bisa jadi rujukan. Lebih lanjut, ia dan tim akan coba meneliti temuan ini. Mengidentifikasi jenis dan usianya.
Kami sangat berharap ini bisa menjadi petunjuk. Kelak dengan ditemukannya kedua benda ini, ada hal lain juga yang akan terkuak. Karena sejauh ini, selain makam dan bekas dapur Komalig, jejak artefak lainnya masih ‘bersembunyi’ menunggu untuk diungkap.
Penulis:
Rian Laurestabo
PUSSAKABin-ISC (Pusat Studi Sejarah, Adat dan Kebudayaan Bintauna-Inomasa Study Club)
Editor:
Ersad Mamonto