Menu

Mode Gelap
 

Sosbud · 21 Sep 2021 01:58 WITA ·

Islam Bintauna (Bag. 1)


 Islam Bintauna (Bag. 1) Perbesar

 

Foto: Peta Kerajaan Bintauna dan sekitarnya  Era Hindia Belanda

Islam Bintauna atau Islam di Bintauna pada umumnya adalah Islam yang berdialog dengan kearifan lokal. Proses ini mengakar sebab terterimanya Islam di Bintauna dengan dua model atau dua pendekatan, yaitu struktur dan kultur sejak abad ke-18 M.


Agama Raja

Secara struktur maksudnya adalah proses penerimaan Islam oleh raja, kemudian menjadi agama resmi kerajaan, dan menyebar sampai ke akar rumput. Dalam historiografi yang paling awal tentang kerajaan Bintauna ditulis C.P Mokodensehon berjudul Hikayat Kerajaan Bintauna (1941?), kemudian dilanjutkan oleh R.C Mokodenseho (2003) dengan judul yang mirip Sejarah Bintauna, mengulas ihwal awal Islam masif dan menjadi agama resmi kerajaan. Diterangkan bahwa, raja Patilima (1783-1823) dilantik di Ternate dan kemudian pulang membawa Islam sebagai agama kerajaan dan alat musik Kulintango. 

Di lain sisi, dertasi yang ditulis Ariel C. Lopez, 1986, Conversion and Colonialism: Islam and Christianity in North Sulawesi, c. 1700-1900,  menerangkan, fenomena raja melakukan konversi bukan hanya ihwal keputusan pribadi, lebih dari itu, perlu dipahami setting sosial-politiknya. Perlu adanya kesadaran melihat lingkungan perniagaan, kosmpolitan, dan kompetisi merebut pengaruh yang mengguncang kepercayaan terdahulu. 

Sebahagian pendapat, meyakini bahwa Kristen adalah agama yang lebih dahulu masuk menjadi agama raja sebelum Islam. Raja pertama Bintauna yang bernama Moorete’o (1675-1720), dikenal dengan Ohongia Kahera atau Raja Gereja. Di kompleks makam raja Moorete’o pula terdapat makam yang diyakini sebagai pembawa risalah kekristenan di Bintauna, yang dikenal dengan nama Talahatu.

Sebelum era itu, Bintauna belum terpisah menjadi dua kerajaan dengan nama yang sama. Keterpisahan ini dalam Mokodenseho (2003), digambarkan karena alasan agama. Penduduk Bintauna bagian utara yang berdekatan dengan Bolaang Mongondow masih memeluk kepercayaan lokal dan penduduk Bintauna bagian Selatan yang berdekatan dengan Gorontalo telah memeluk Islam. Mokodenseho menjelaskan keterpisahan tersebut karena alasan perbedaan kepercayaan, sehingga masyarakat Bintauna bagian Selatan memisahkan diri dan menjadi bagian Gorontalo.

Namun Lopez (1968) berpendapat bahwa raja pertama Bintauna sebelumnya adalah seorang Muslim yang melakukan konversi ke Kristen pada tahun 1700-an. Di penelitan yang sama pula, Lopez menggambarkan pemilihan raja Bintauna menjadi Kristen karena reifikasi atau formulasi patron-klien, dalam bingkai politik dan ekonomi. Berbagai informasi yang disajikan mengenai kepercayaan yang dianut raja pertama Bintauna ini, dapat diartikan, bahwa Moorete’o mengalami beberpa kali konversi, yaitu: Kepercayaan lokal-Islam-Kristen.


Islam-Budaya di Bintauna


Meskipun dalam temuan-temuan awal menyajikan penerimaan Islam sebagai agama kerajaan dan masif nanti terjadi pada raja ke-III Patilima Datunsolang, namun persentuhan kerajaan Bintauna dengan Islam terjadi sebelum itu. 

Yaitu raja ke-II Bintauna yang bernama Datu (1720-1783). Nama raja Datu sendiri diyakini sebagai cikal bakal marga kerajaan Datunsolang, yang diambil dari istilah Datu no Sollako atau Datu telah dewasa. Ungkapan itu keluar saat para tetua Bintauna meyakini Datu telah layak menjadi raja, hingga kemudian istilah Datu no Sollako tersebut berubah secara alamiah menjadi Datunsolang. 

Mengenai raja Datu ini sendiri terdapat perbedaan antara memori kolektif orang Bintauna dan naskah kolonial. Dalam Corpus Diplomaticum  (1726-1752) kontrak antara pemerintah Hindia Belanda dan Bintauna tertanggal 2 April 1735, menyebutkan raja yang melakukan kontrak adalah Tolucci, yang digambarkan sebagai raja relijius yang melakukan kontrak pertama dengan Hindia Belanda, setelah raja-raja Bintauna sebelumnya tidak melakukannya. Di era raja Datu ini diyakini Islam masuk lewat kultur, yang digambarkan adanya diaspora para pedagang muslim Bugis di Bintauna yang juga mendakwahkan Islam. 

Proses islamisasi yang mengalami dua model ini, melahirkan varian Islam yang khas, dengan model Islam yang menggunakan atribut budaya Bintauna. Hal ini dapat telihat seperti dalam prosesi pernikahkan, yang tidak membuat pandangan dikotomis antara prosesi adat dan syariat. Upaya dialog Islam-Budaya Bintauna juga, terlihat dengan vernakulasi atau pembahasa lokalan istilah-istilah Islam ke dalam kebiasaan orang Bintauna. Seperti Allah Swt. yang disebut oleh orang Bintauna sebagai Allahuta-alla, dengan penyebutan bunyi dobel (ll) seperti gabungan bunyi l dan r dalam bunyi fonem Latin.

Teori Bottom Up atau teori dari bawah ke atas, dapat menjadi salah satu cara untuk menjelaskan cara Islam masuk. Adanya diaspora orang Bugis yang bukan perwakilan kerajaan, mengindikasikan Islam hadir dengan proses dialog dari bawah (rakyat) ke atas (raja). Meski belum bisa menjelaskan benang merahnya lebih detil mengenai kesimpulan ini, namun ada indikasi kuat tentang pendekatan ini untuk bisa menjelaskan fenomena Islam era raja Datu tersebut. Yaitu, raja Datu yang digambarkan oleh memori kolektif orang Bintauna sebagai raja yang telah berpantang makan Babi dan meminum tuak. Raja Datu sendiri, diyakini belum sempat melakukan konversi Kristen ke Islam, namun telah melakukan pantangan mengenai sesuatu yang dilarang dalam syariat. Adanya penanda ini, memungkinkan untuk ditelusuri lebih dalam mengenai pola islamisasi saat itu.


Penulis
,

Ersyad Mamonto,
Pengkaji di Pusat Studi Sejarah, Adat dan Kebudayaan Bintauna-Inomasa Studi Club (PUSSAKABin-ISC)

Artikel ini telah dibaca 0 kali

Baca Lainnya

Saudagar dari Boeko, ‘Ajoeba Saidi’

15 November 2023 - 07:14 WITA

Maluku, Jejak Kelampauan dan Kekiniannya

5 Mei 2023 - 23:04 WITA

Ramadhan dan Bola Api

27 Maret 2023 - 22:04 WITA

LONG-LONG : Mainan Tradisional Bulan Ramadhan yang Hilang di Makan Zaman

27 Maret 2023 - 06:35 WITA

Lontong Medan: Cita Rasa dan Sensasi Keberagaman

12 Maret 2023 - 12:14 WITA

Sedikit Catatan Tentang Sejarah Kerajaan Kaidipang Besar

11 Maret 2023 - 13:08 WITA

Trending di Esai