Foto Guru Tua (Habib Idrus bin Salim Al-Jufri) |
Sebagai warga negara Indonesia, khususnya Abnaulkhairaat tentunya kita merasa begitu bangga dengan Almamater ini (Alkhairaat). Bagaimana tidak, ketika Ir. Soekarno bersama Mohammad Hatta membacakan teks Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 sebagai pernyataan sikap bahwa pada hari itu Indonesia resmi memerdekakan dirinya dari belenggu penjajahan, tidak selang beberapa lama kemudian Habib Sayyid Idrus bin Salim Aljufri (Guru Tua) yang tidak lain adalah Pendiri Alkhairaat melalui kehebatanya dalam bidang sastra, di Sulawesi Tengah beliau membuat sebuah sya’ir khusus untuk merespon peristiwa yang sangat bersejarah tersebut. Sebuah sya’ir yang tidak hanya indah secara tata bahasa melainkan juga kandungan maknanya yang sangat luar biasa. Sebuah sya’ir yang dikemudian hari telah menjadi bukti nyata dari komitmen kebangsaan Guru Tua dan Alkhairaat terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam bait-bait sya’ir tersbut terlihat bagaimana Guru Tua begitu sangat mengerti arti pentingnya sebuah bendera sebagai symbol kemuliaan dari setiap bangsa. Bahkan di bait terakhir dari potongan sya’ir di atas beliau mengungkapkan “Dan Simbol Kemuliaan Kami Adalah Merah dan Putih”. Ini adalah sebuah ungkapan yang mengandung makna sangat dalam.
Perlu diketahui bahwa Guru Tua secara Geneologis (silsila keturunan) beliau berasal dari Kota Taris di Hadhramaut Yaman. Meskipun Ibu beliau (Syarifah Nur) adalah seorang perempuan berdarah percampuran Bugis-Hadhramaut. Guru Tua dilahirkan dan dibesarkan di Hadhramaut, yang pada waktu itu juga Yaman tak terkecuali Hadhramaut sedang berada dalam penjajahan Inggris. Akan tetapi ketika beliau melabuhkan perjuangan intelektualnya di Indonesia tepatnya di Palu Sulawesi Tengah yang pada masa itu juga sedang berada dalam penjajahan Belanda dan Jepang, Beliau juga ikut bersama rakyat Indonesia berjuang untuk meraih kemerdekaan dengan membangun Madrasah Alkhairaat Al-Islamiyah Palu (1930) sebagai basis perjuanganya kala itu.
Ketika Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 Guru Tua juga ambil bagian dalam hari yang bersejarah itu. Melalui sya’ir “Dan Simbol Kemuliaan Kami Adalah Merah dan Putih” beliau mengajak kepada segenap Abnaulkhairaat untuk menyatakan sikap setia terhadap NKRI dengan cara menghormati dan memuliakan Bendera Merah Putih. Dalam bait sya’ir tersebut beliau menyatakan “Dan Simbol Kemuliaan Kami” ini merupakan pengakuan beliau bahwa beliau sudah menjadi bagian dari warga Negara Indonesia, “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”. Sehingga beliau merasa berkewajiban untuk ikut serta dalam menjaga NKRI. Ini merupakan sebuah khittah Guru Tua yang harus dipenggang dan diikuti oleh segenap Abanulkhairaat secara khusus dan warga Negara Indonesia pada umumnya. Ini adalah sebuah penegasan Guru Tua dan Alkhairaat tentang nasionalisme dan komitmen kebangsaanya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beberapa tahun belakangan ini akun media sosial kususnya Abnaulkhairaat baik itu Facebook, Instagram, Twitter ataupun Whatsaap mulai diwarnai dengan kemunculan postingan-postingan yang menginformasikan bahwa Guru Tua adalah Penggagas Bendera Merah Putih, baik itu dalam bentuk gambar maupun ulasan di status, terlebih ketika menjelang peringatan HUT Kemerdekaan RI. Tentunya sebagai Abnaulkhairaat penulis merasa bangga akan hal itu. Karena sosok Guru Tua yang penulis sangat hormati dan kagumi tersebut ternyata adalah orang yang telah megambil peran sangat penting bagi bangsa ini yaitu menjadi penggagas Bendera Merah Putih.
Akan tetapi setelah penulis melakukan pembacaan lebih jauh terhadap informasi tersebut, penulis tidak/belum mendapatkan alasan yang kuat dibalik informasi itu. Baik itu berupa fakta dan data sejarah ataupun peryataan dari orang-orang yang memiliki otoritas kelimun khususnya dalam bidang sejarah Guru Tua dan Alkhairaat. Benarkah Guru Tua adalah penggagas Bendera Merah Putih ? itulah pertanyaan besar yang ada di kepala penulis sampai sat ini.
Dari beberapa informasi yang penulis telusuri Ada yang mengatakan bahwa Guru Tua bermimpi didatangi oleh Rasulullah Saw. Dan mengabarkan bahwa kalau Indonesia Merdeka, maka benderanya adalah merah putih, bahkan menyatakan Soekarno adalah pemimpinya. Selanjutnya mimpi itu disampaikan kepada Hadhratusyaikh KH. Hasyim Asy’ari (Pendiri NU) dan kemudian di sampaikan di Muktamar Nahdatul Ulama (NU) pada tahun 1937. Selanjutnya mimpi Guru Tua tentang warna Bendera itu kemudian dihubung-hubungkan dengan sya’ir di atas. Penulis tidak mengingkari bahwa Guru Tua bisa bermimpi bertemu dengan Rasulullah Saw. Karena itu sesuatu yang penulis yakini pasti bisa terjadi pada Guru Tua. Apalagi soal hubungan Guru Tua dengan KH. Hasyim Asy’ari yang dalam sejarahnya Guru Tua pernah berada di Jombang Jawa Timur antara tahun 1926 -1928 dan bertemu degan Pendiri NU tersebut. Akan tetapi yang menjadi pertanyaanya adalah, dari mana mereka bisa mengetahui Informasi itu ? apakah Guru Tua sendiri yang menceritakan itu ? lantas kepada siapa beliau ceritakan hal itu ? ataukah KH. Hasyim Asy’ari yang menceritkannya ? kepada siapa ? mengapa peristiwa yang sebegitu penting itu tidak bisa dilacak jejaknya. Bahkan oleh mereka-mereka yang memiliki otoritas kelimuan tentang Sejarah Alkhairaat dan memiliki kedekatan hubungan dengan Guru Tua tidak pernah menceritakan hal itu, dan kebanyakan dari mereka meyangkal atau tidak membenarkan pernyataan-pernyataan tersebut. Ini tidak berarti merendahkan peran Guru Tua dalam Kemerdekaan NKRI, akan tetapi ini lebih kepada upaya menjaga jangan sampai karena alasan cinta kepada Guru Tua, lantas kemudian membuat cerita-certia yang kelihatanya sangat luar biasa akan tetapi tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarnya yang pada akirnya akan mengarah pada distorsis (pengkaburan Sejarah) Alkhairaat itu sendiri.
Dr. Gani Jum’at (Ketua Majelis HAM dan Demokrasi PB Alkhairaat) penulis Disertasi berjudul “Nasionalisme Ulama; Pemikiran Politik Kebangsaan Sayyid Idrus Bin Salim Aljufri (1891 – 1969)” dalam beberapa kesempatan seperti ketika di wawancara di acara TV TVRI Sulteng berkaitan dengan pelaksanaan Haul Guru Tua ke 52 tahun 2020 dan pada saat Webinar Dialog Kebangsaan Virtual dengan tema “Memaknai Komitmen Kebangsan Guru Tua” yang diselenggarakan oleh Media Alkhairaat (MAL) pada tanggal 29 Agustus 2020 telah memberikan klarifikasi atas hal ini. Beliau mengatakan bahwa “saya telah berdiskusi dengan Ketua Utama Alkhairaat (HS. Saggaf bin Muhammad Aljufri) dan Ketua Umum PB Alkhairaat (HS. Ali bin Muhammad Aljufri) menanyakan apakah benar Guru Tua adalah penggagas Bendera Merah Putih ?, dan keduanya menyatakan bahwa tidak tahu menahu soal itu. Dan saya juga sudah menghubungi Dr. KH. Adnan Anwar salah seorang tokoh NU yang tulisanya dalam sebuah Jurnal memuat informasi tersebut dan kemudian banyak dijadikan sebagai rujukan atas informasi itu. Akan tetapi sampai hari ini beliau saya sudah chat via WA tidak dibalas-balas dan saya sudah telfon juga beliau tidak angkat. Padahal saya ingin mengkonfirmasi tulisan tersebut. Bahkan saya sudah melacak tulisan tersebut dan saya tidak mendapatkan referensi dalam tulisan itu yang bisa dianggap kuat untuk memberikan informasi bahwa Guru Tua adalah penggagas Bendera Merah Putih”. Itu artinya bahwa Informasi Guru Tua adalah penggagas Bendera Merah Putih, Masih perlu dipertanyakan lagi lebih jauh. Baru-baru ini juga penulis sudah mengkonfirmasi hal ini kepada keluarga Habib Sayyid Saggaf bin Muhammad bin Idrus Aljufri (Allahu yarhamuh) melalui cucu beliau Sayyid Mohammad bin Ali Aljufri untuk menayakan hal itu, dan jawaban dari Habib Sayyid Saggaf bin Muhammad bin Idrus Aljufri (Allahu yarhamuh) yang disampaikan melalui istri Beliau Ibu Syarifah Zahra, sepengetahuan Beliau bahwa Habib Sayyid Idrus bin Salim Aljufri bukan sebagai penggagas Bendera Merah Putih.
Sekali lagi ini tidak berarti penulis meragukan peran Guru Tua dalam kemerdekaan Republik Indonesia. Karena penulis sangat yakin bahwa tanpa beliau mungkin Indonesia akan sangat sulit merdeka khususnya di wilayah Timur Indonesia. Akan tetapi ini lebih kepada upaya penulis dalam rangka untuk menjaga kebenaran dan keilmiahan Sejarah Guru Tua dan Alkhairaat agar terhidar dari informasi-informasi yang masih belum bisa dipertanggung jawabkan kebenaranya.
Adapun sya’ir di atas, menurut Dr. Gani Jum’at bahwa sya’ir tersbut lebih kepada “penegasan” Guru Tua atas komitmennya dan Alkhairaat terhadap NKRI, salah satunya adalah dengan mengakui Sangsaka Merah Putih sebagai lambang Negara yang harus dihormati dan dimuliakan. Karena menurut sejarahnya sya’ir tersebut dibuat oleh Guru Tua beberapa hari setelah Indonesia merdeka, bahakan di bacakan secara terbuka dihadapan murid-muridnya pada tanggal 17 Desember 1945 ketika pengkatifan kembali proses belajar mengajari di Alkhairaat yang sempat diistirahatkan beberapa bulan atas desakan penjajah Jepang kala itu. Sementara itu telah kita ketahui bersama bahwa bendera Merah Putih sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit. Dan bahkan hampir disetiap pertempuran melawan penjajah, pasukan-pasukan Indonesia selalu membawa Bendera Merah Putih sebagai lambangnya. Itu artinya bahwa Bendera Merah Putih sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia kala itu terlebih di Pulau Jawa.
Pada akhirnya, sampai saat ini penulis masih menggambil kesimpulan bahwa sya’ir Guru Tua tersebut adalah lebih kepada “penegasan” komitmen Guru Tua terhadap NKRI yang diwujudkan dalam bentuk penghormatan beliau terhadap Bendera Merah Putih. Dan soal informasi yang meyatakan bahwa Guru Tua adalah “penggagas” Bendera Merah Putih belum bisa penulis terima sebagai informasi yang valid, karena sampai saat ini belum ada fakta dan data sejarah yang dapat membuktikannya. Sebagaimana halnya Dr. Gani Jum’at dalam Dialog Kebangsaan Virtual yang di selenggarakan oleh Media Alkhairaat (MAL), demikian juga penulis meminta kepada siapa saja yang merasa punya fakta dan data sejarah mengenai pernyataan tersebut, agar sekiranya bisa disampaikan kepada penulis untuk penulis teliti lebih lanjut dan bisa penulis sebarkan ke orang lain. Sebagai bagian dari upaya menjaga dan merawat apa yang sudah diwariskan oleh Guru Tua kepada kita sebagai Abnaulkhairaat, tak terkecuali peran dan Komitmen beliau terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penulis,
Yasin M. Bata (Guru Sejarah Kealkhairatan Alkhairaat Pusat Palu)