Matematika merupakan pelajaran yang identik dengan hitung menghitung dan juga angka-angka. Matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit karena para pelajar sudah menjudge bahwa matematika itu sulit dan rumit karena selalu berhubungan dengan angka, rumus dan hitung-menghitung. Mereka pun tidak berniat untuk mempelajarinya, kecuali karena tuntutan materi.
Pemikiran awal seseorang yang seperti itu jelas akan memengaruhi terhadap penguasaan matematika seseorang karena sebelumnya sudah ada rasa takut tidak bisa memahami pelajaran matematika dan malas. Mereka sudah terlebih dahulu tidak tertarik dengan matematika sebelum mencobanya.
Matematika menjadi salah satu pelajaran yang banyak tidak disukai oleh kebanyakan orang. Seringkali matematika dianggap sulit bahkan bisa membuat sebagian orang tertekan bahkan hingga stress. Ketakutan selalu muncul pada saat seseorang mendengar kata matematika. Entah karena takut, tidak bisa memahaminya atau karena faktor lain.
Karakter dari guru matematika yang identik dengan sangar dan galak juga menjadi faktor dari ketakutan itu. Tapi, di sisi lain ilmu matematika, terbilang perlu dalam keseharian. Salah satunya bisa membantu dalam keberlangsungan jual-beli antar penjual dan pembeli.
Nah, karena kerumitan yang dirasakan itu menyebabkan peminat dalam matematika sangat minim sekali. Padahal matematika tidak serumit dan semenakutkan itu, matematika hanya perlu ketekunan dan rajin berlatih maka kerumitan yang dirasakan bisa teratasi.
Menurut survei yang dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) di bawah Organization Economic Cooperation and Development (OECD) yang dilakukan pada 65 negara di dunia tahun 2012 lalu, mengatakan bahwa kemampuan matematika siswa-siswi di Indonesia menduduki peringkat bawah dengan skor 375. Kurang dari 1 persen siswa Indonesia yang memiliki kemampuan bagus di bidang matematika. Sehingganya seringkali orang matematika itu dipandang istimewa dan hebat oleh masyarakat.
Katanya jika seseorang ahli dalam bidang matematika itu ahli juga dibidang lainnya. Sejak saya duduk di bangku SMA, saya seringkali dianggap pintar dan dibanding-bandingkan dengan teman lain yang kurang paham matematika. Namun saya tidak terlalu menghiraukan hal tersebut. Ternyata budaya menilai kepintaran seseorang dari matematika itu berlangsung hingga sekarang. Saya bingung kenapa orang masih saja menilai kecerdasan orang dari matematika saja, padahal bisa saja orang yang tidak pandai matematika, tapi dia pandai dalam Bahasa inggris, IPS atau kesenian.
Berlanjut ketika saya menjadi mahasiswa di salah satu universitas negeri, saya pernah ditanyai oleh beberapa orang “Kuliah jurusan apa?” Saya menjawab “Jurusan matematika”, kemudian mereka mengatakan “Wuih, pintar sekali pasti ahli dalam segala hal”. Di sini saya membantah hal tersebut. Saya merasa keberatan dengan anggapan itu, bahwa seakan-akan satu-satunya sumber kecerdasan diukur dari ilmu matematika. Saya sudah cukup terbebani dengan hal lain, kemudian ditambah lagi dengan stigma orang tersebut. Saya tidak ingin pandangan kebanyakan orang ini terus menerus ada. karena tidak semua bidang bisa kita kuasai.
Dapat disimpulkan bahwa matematika itu tidaklah sulit, tetapi karena tidak ada niat untuk mencoba mempelajarinya. Sehingga menyebabkan minimnya orang menyukai matematika. Kemudian pandangan orang mengenai matematika sebagai standar dalam menilai kepintaran, sangatlah tidak tepat. Karena belum tentu orang yang pandai matematika, pandai juga di bidang lainnya. Pada dasarnya, setiap orang memiliki potensi di bidang masing masing. Maka dari itu, jangan mengklaim bahwa kecerdasan itu, dapat diukur dari mahir nya seseorang dalam bidang ilmu tertentu.
Gorontalo, 26 Maret 2023
Penulis:
Refalina Mayang
Kader ISC
Editor:
Nasar Lundeto