Sayyid ‘Idrus bin Salim bin Alawi Al-Jufri |
Kata itu sangat mudah untuk ditemukan, apa lagi kata itu memang terdapat dalam Al-Qur’an. Ia merupakan bagian dari rangakaian kalimat firman Allah yang terdapat dalam 7 surah, 9 ayat. Yaitu QS. Al-Baqarah: 184, Ali Imran: 114, Al-Ma’idah: 48, At-Taubah: 88, Al-Anbiya: 73 & 90, Al-Mu’minun: 56 & 61, dan Fathir: 32.
Itulah rangkaian Firman Allah yg mengabadikan kata “الخيرات”. Kata yg sejatinya mengandung makna “Kebaikan, sumber kebaiakan dan kebajikan”. Kata inilah yg akan menjadi jawaban dari kebingungan umat manusia yg ada di bumi Nusantara ini khususnya di lembah Palu.
akan tetapi bagi Abna al-Khairaat, kata itu merupakan sebuah bukti dari perjuangan, pengorbanan dan pengabdian. Ia adalah simbol dari runtuhnya tembok-tembok kejahiliaan. Ia adalah anugerah terbesar dari Allah sebagai maha karya yang diwariskan untuk Nusantara.
Ia adalah sebuah maha karya yg dihadrikan di bumi Nusantara ini melalui perjuangan dari seorang anak manusia yang tidak pernah mengharapkan kecuali ridha Allah, dengan berbekal keikhlasan, ketaqwaan dan kecerdasannya ia hadir menjadi sebuah maha karya yang tak ternilai harganya.
Ia adalah saksi bisu tapi tak mati, dari perjuangan seorang anak manusia yang pada dirinya mengalir darah dan akhlak sang suri tauladan pembebas umat manusia Rasulullah Muhammad Saw. Dialah Al-‘Alim Al-‘Alama’ Al-Fahmu Rabbani Al-Habib Sayyid ‘Idrus bin Salim bin Alawi Al-Jufri. Terlahir di tanah yang dijuluki “Kota seribu waliyullah” Taris-Hadhramaut-Yaman pada tanggal 14 Sya’ban 1309 H/ 15 Maret 1891 M, dan wafat di Palu-Sulawesi Tengah-Indonesia pada tanggal 12 Syawwal 1389 H/ 22 Desember 1969 M, dari keluarga yang sangat mencintai ilmu pengetahuan dan taat beragama. Ayahnya Al-Habib Sayyid Salim bin Alawi Al-Jufri adalah seorang ulama besar di Hadhramaut pada zamannya. Sedangkan Ibunya Al-Syarifah Nur yg memiliki darah percampuran lintas negara Arab-Bugis.
Jarak yang membentang antara Kota Taris dan Lembah Palu, adalah jejak langkah perjalanan sejarah yg menjadi saksi dari perjuangannya dalam menyebarkan dan menegakkan Syariat Islam ke seluruh penjuru alama semesta. Karena bagi beliau Islam itu untuk semua umat manusia, tak terbatas pada satu suku, daerah ataupun negara. dan itulah yang seharusnya.
Memilih Lembah Palu sebagai tempatnya untuk melakukan jihad intelektualnya, bukanlah sebuah kebetualan atau pun keterpaksaan, akan tetapi semua itu telah ada dalam benak yang telah terencana dengan matang dan ada dalam bimbingan Allah Swt, yang pada akhirnya dari Lembah Palu inilah pancaran sinar kebaikan itu menyentuh dan menyusuri ruang-ruang kegelapan umat manusia di seluruh wilayah yang ada di Nusantara ini khusunya di wilayah bagian timur Indonesia.
14 Muharram 1349 H/11 Juni 1930 M (berdasrkan Hisab Falaki) atau 30 Juni 1930 M (berdasrkan AD/ART Al-Khairaat Bab I Pasal 1 ayat 4), adalah awal di mana kata Al-Khairaat itu menjadi sebuah maha karya yg tak ternilai harganya. Didirikan oleh Al-Habib Sayyid ‘Idrus bin Salim Al-Jufry yg akrab disapa dengan panggilan “Guru Tua”, dengan semangat perjuangan dan dakwah demi tegaknya Syariat Islam di bumi Nusantara.
Kini Al-Khairaat bukanlah sebatas sebuah nama, melainkan ia adalah sebuah lembaga, institusi dan yayasan yang berkiprah dalam dunia pendidikan, dakwah dan pemberdayaan sosial. Berdasarkan pada prinsip mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan manusia-manusia yg religius serta berkepribadian yg luhur, telah menghantarkannya menjadi maha karya yg tak ternilai harganya yang di wariskan oleh Guru Tua untuk Indonesia sebagai mutiara di katulistiwa.
53 tahun yang lalu Guru Tua telah meninggalkan kita dan mewariskan Al-Khairaat yang pada hari ini tepat berusia 91 tahun. Usia yg tak mudah lagi, menandakan bahwa Alkhairaat telah mengalami Lika-liku kehidupan yang terus berputar. Berbagi macam dimensi kehidupan telah dilaluinya. Proses panjang yg penuh dengan perjuangan dan pengorbanan dari mereka yg terus berjuang dengan penuh keikhlasan dan ketaqwaan kepada Allah Swt yang tak mungkin terbalaskan Kecuali balasan itu datang dari Allah swt.
Maka sudah seharusnya kita sebagai Abna Al-Khairaat khususnya generasi muda Al-Khairaat untuk terus memikirkan bagaimana dan apa yang harus kita lakukan dan berikan kepada Al-Khairaat sebagai wujud dari kecintaan kita kepada Guru Tua dan Al-Khairaat.
Jangan sampai kita menjadi penghianat dari perjuangan serta pengorbanan Guru Tua dan mereka yang telah mewaqafkan dirinya untuk Al-Khairaat dengan sikap kita yg apatis dan tidak mau peduli dengan almamater ini. Karena sudah terlalu banyak kebaikan yg Al-Khairaat berikan kepada kita. Maka sudah seharusnyalah kita membalas segala kebaikan yang telah Alkhairaat berikan kepada kita dengan cara menghadirkan sikap peduli dan penuh rasa tanggung jawab pada diri kita atas almamater ini.
Jika bukan kita yg melakukan itu, maka kepada siapa amanah dan tanggung jawab moral ini dititipkan?
***
Tulisan ini saya hadirkan sebagai hadiah kecil saya untuk Milad Al-Khairaat ke-91 tahun (30 juni 1930 – 30 Juni 2021)
Dirgahayu almamaterku, sentosa selama-lamanya.
Penulis,
Yasin M. Bata
Abna al-Khairaat,
Relawan Taman Bacaan Masyarakat Teras Inomasa